Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) berharap pemerintah membatasi impor keramik, terutama untuk menghadapi serangan produk China. Langkah itu memungkinkan lantaran kapasitas produksi di dalam negeri memadai untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Edy Suyanto, Ketua Umum Asaki, mengatakan bila utilitas kapasitas tersebut hampir optimal, pihaknya memastikan bahwa para anggotanya siap untuk berekspansi dan merealisasikan investasi pengembangan parbik baru.
"Untuk itu, kami meminta NTM [non-tariff measures] berupa penetapan kuota impor. Anggota Asaki semua siap bila terjadi penetapan kuota impor dan dengan adanya tambahan utilitas kami siapkan investasi baru untuk menyerap tenaga kerja baru," ujarnya, Selasa (17/12/2019).
Sekretaris Jenderal Asaki Erlin Tanoyo mengatakan asosiasi juga berharap ekspor produk keramik asal India dan Vietnam bisa juga dikenakan tindakan pengamanan. Apalagi, komposisi impor dari kedua negara itu sudah terbilang tinggi.
Menurutnya, tindakan pengamanan itu bisa dilakukan sejalan dengan harmonisasi Peraturan Pemerintah No.34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
"Hari ini Vietnam dan India dikecualikan sebab kontribusi impornya masih di bawah 3%. Kami meminta harmonisasi PP itu bisa segera ditetapkan sehingga kedua negara itu bisa dikenai safeguard," katanya.
Erlin, yang juga menjabat Direktur PT Saranagriya Lestari Keramik, mengatakan dengan kondisi saat ini Asaki pesimistis target pertumbuhan kinerja industri yang dipatok sekitar 5% bisa tercapai pada akhir tahun ini. Pasalnya, kondisi itu diyakini bakal berlanjut paa akhir tahun ini.
Pihaknya berharap pada akhir tahun ini industri keramik masih bisa tumbuh 4%. "Kami seharusnya di atas pertumbuhan ekonomi. Namun, kami meragukan itu dengan melihat data impor yang demikian dan terlebih lagi ada anggota kami yang menutup lini produksi."