Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Hotel Asia Pasifik Melambung 44 Persen di 2019

Transaksi penjualan hotel sepanjang 2019 tercatat mencapai US$12 miliar atau tumbuh 44 persen jika dibandingkan pencapaian pada tahun sebelumnya.
Ilustrasi-Hotel/Jibiphoto-Sunaryo Haryo Bayu
Ilustrasi-Hotel/Jibiphoto-Sunaryo Haryo Bayu

Bisnis.com, JAKARTA – Sepanjang 2019, Asia Pasifik mencatatkan jumlah yang fantastis untuk transaksi penjualan hotel sebagai sarana investasi.

Berdasarkan riset JLL Asia Pasifik, volume transaksi hotel se-Asia Pasifik menjulang 44 persen pada 2019 jika dibandingkan dengan 2018. Angka itu juga melampaui perkiraan pertumbuhan transaksi sebesar 25 - 30 persen.

Dengan pencapaian pertumbuhan tersebut, nilai yang didapat dari transaksi sepanjang 2019 mencapai US$12 miliar.

JLL Hotels & Hospitality, APAC Research Sze-min Tay mengatakan keberhasilan yang dicapai pasar properti hotel tahun lalu didorong oleh transaksi bernilai tinggi.

Beberapa di antaranya, seperti penjualan 615 kamar di Grand Hyatt Seoul yang berhasil terjual senilai US$481 juta dan 342 kamar di Andaz Singapore yang nilainya mencapai US$344 juta, transaksi aset tunggal tertinggi sepanjang sejarah di Singapura.

Tak ketinggalan, pasar properti di Australia juga makin menarik. Dunk Island, yang berlokasi di wilayah Great Barrier Reef, dibeli oleh perusahaan asal London, Mayfair 101 senilai US$21 juta.

Selain itu, The NEXT Hotel di Melbourne dan Brisbane juga dibeli oleh investor lokal melalui dua catatan transaksi berbeda.

Tay memprediksik tren investasi hotel di Asia Pasifik pada 2020 dan 2021 tidak akan terlalu berbeda jauh dari pencapaian pada 2019.

"Yang akan menjadi pasar utama adalah Jepang dan Singapura mengingat banyaknya rencana pembangunan besar yang menarik pasar," ungkapnya melalui laporan tertulis, dikutip Bisnis, Rabu (19/2/2020).

Rencana pembangunan tersebut antara lain adalah 2025 World Expo di Osaka dan Terminal 5 di Bandar Udara Changi Singapura yang sudah mulai berjalan. Di lokasi lain, Thailand dan Maladewa juga menarik bagi investor karena dinilai menawarkan imbal hasil tinggi dan aset yang likuid.

"Namun, aktivitas investor diperkirakan masih akan belum terlalu banyak sepanjang semester pertama 2020, sebagai salah satu dampak dari wabah virus corona sehingga banyak investor yang bersikap wait and see," kata Tay.

Dengan demikian, imbuhnya, nilai transaksi pada 2020 diperkirakan akan mengalami penurunan secara year on year, melihat besarnya jumlah transaksi pada 2019 dan karena investor yang masih cenderung wait and see pada tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper