Bisnis.com, JAKARTA – Belakangan ini bisnis virtual hotel operator (VHO) dinilai tengah goyah, lantas bagaimana dampaknya terhadap para pemilik properti yang bekerja sama untuk mengelola asetnya dengan VHO?
Director and Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan bahwa guncangan yang tengah melanda dunia VHO belakangan ini tak akan mempengaruhi pasar properti hotel, baik yang bermitra dan juga yang konvensional.
Terlebih, guncangan yang terjadi umumnya tidak ada di Indonesia, atau hanya masalah internal.
“Efisiensi misalnya, kemungkinan banyak dilakukan di luar negeri. Di sini kemungkinan masih bisa tetap berdiri karena hotel bujet masih jadi pilihan buat anak muda yang cari hotel dari sisi harganya saja,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (13/2/2020).
Adapun, lanjut Anton, di Indonesia kebanyakan yang menggunakan layanan VHO adalah hotel kecil, sehingga dari sisi pasar sepertinya tidak akan terlalu terpengaruh
Menanggapi banyaknya hotel yang tergerus kinerjanya dengan adanya VHO, Anton menyebutkan bahwa kompetisi itu pasti terjadi.
Baca Juga
“Akan ada terus konsumen untuk harga murah, ada yang cari fasilitas, berhubung keduanya masih ada jadi dua-duanya masih bisa saling bersaing, dan menurut saya umurnya masing-masing masih akan panjang,” lanjutnya.
Hotel yang bermitra dengan VHO, menurutnya akan tumbang ketika hanya mementingkan angka, seperti pertumbuhan harga kamar, atau tambahan jumlah kamar dan ekspansi saja. Nantinya, yang akan jadi pilihan tetaplah yang punya layanan baik.
“Karena seiring pendapatan naik, orang pasti akan perlahan bergeser pilih hotel yang fasilitasnya lebih memadai. Kalau fasilitasnya kurang bagus nantinya orang tidak akan datang kesana untuk kedua kalinya,” imbuhnya.
Sementara itu, belum lama ini, penyedia jasa VHO OYO Hotels di India mendapat keluhan dari 10.000 mitranya lantaran sering menaikan biaya bagi hasil yang dilakukan secara sepihak dan kerap menurunkan harga di tengah kondisi ekonomi yang melambat.
Kemudian, RedDoorz baru-baru ini juga merumahkan puluhan karyawannya. Hal ini diakui bukanlah bagian dari efisiensi, melainkan masalah internal lantaran capaian kerja yang kurang maksimal.