Bisnis.com, JAKARTA - Industri penerbangan Indonesia kedatangan beberapa maskapai anyar, salah satunya Fly Jaya yang telah resmi memulai operasional penerbangannya sejak 4 Juli 2025.
Maskapai baru lainnya adalah BBN Airlines. Sempat melayani penerbangan komersial terjadwal yang dimulai pada 27 September 2024, tetapi akhirnya menutup semua rute, BBN Airlines kini berfokus pada layanan ACMI (Aircraft, Crew, Maintenance and Insurance) di Tanah Air.
Nasib berbeda dialami Indonesia Airlines. Maskapai yang belakangan digembar-gemborkan akan mengudara dalam waktu dekat justru dikabarkan belum memenuhi persyaratan operasional.
Dilansir dari Antara, Jumat (18/7/2025), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan PT Indonesia Airlines Holding belum dapat menjalankan layanan penerbangan karena status Sertifikat Standar yang dimilikinya belum terverifikasi.
"Karena belum menyampaikan rencana usaha yang merupakan persyaratan teknis Sertifikat Standar," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa.
Baca Juga
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa (kiri). ANTARA/Harianto
Meskipun perusahaan telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) serta Sertifikat Standar untuk Angkutan Udara Niaga Berjadwal dan Tidak Berjadwal, namun status belum terverifikasi dalam sistem Online Single Submission (OSS).
Selain itu Sistem Informasi Perizinan Terpadu Angkutan Udara (SIPTAU) mengindikasikan bahwa masih terdapat persyaratan yang belum dipenuhi, dengan demikian keberadaan sertifikat tersebut belum dapat dijadikan dasar hukum untuk menyelenggarakan layanan angkutan udara. Lukman menegaskan proses verifikasi merupakan tahapan krusial dalam sistem perizinan.
"Status belum terverifikasi berarti proses belum selesai. Belum ada kepastian operasional sampai seluruh tahapan dipenuhi sesuai ketentuan,” jelas Lukman.
Aturan Perizinan Operasional Maskapai Penerbangan
Ketentuan tentang pendirian usaha angkutan udara telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 yang kini diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025.
Berdasarkan regulasi tersebut, setiap badan usaha wajib memiliki dua dokumen utama pertama Nomor Induk Berusaha (NIB); dan kedua Sertifikat Standar.
"Kedua dokumen ini dinyatakan berlaku apabila seluruh persyaratan diverifikasi secara menyeluruh oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara," ucap Lukman.
Sebagai bagian dari proses verifikasi, badan usaha wajib menyerahkan Rencana Usaha jangka menengah selama lima tahun ke depan melalui Sistem Informasi Perizinan Terpadu Angkutan Udara (SIPTAU) yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
Dokumen rencana usaha harus mencakup rencana kepemilikan atau penguasaan pesawat, daerah operasi atau rute penerbangan, kebutuhan sumber daya manusia, serta kemampuan keuangan dan aspek pendukung lainnya.
Bagi pemohon izin angkutan udara niaga berjadwal, paling sedikit harus memiliki satu pesawat dan menguasai dua pesawat lainnya. Apabila mengajukan izin untuk dua jenis usaha, maka jumlah pesawat wajib disesuaikan dengan lingkup layanan yang diajukan.
Setelah seluruh dokumen dinyatakan lengkap, status Sertifikat Standar akan ditingkatkan menjadi telah terverifikasi, setelah itu maskapai dapat mengajukan proses sertifikasi Air Operator Certificate (AOC), yang terdiri dari pra permohonan, permohonan resmi, evaluasi dokumen teknis, inspeksi dan demonstrasi.
Bila Air Operator Certificate (AOC) telah diterbitkan, maskapai dapat mengajukan permohonan rute penerbangan dan menyerahkan standar pelayanan penumpang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2021 tentang Standar Pelayanan Minimal.
Dengan demikian, proses perizinan usaha angkutan udara tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menjadi bagian dari sistem pengawasan keselamatan dan kesiapan operasional.
Fly Jaya Mulai Mengudara
Mengacu informasi di akun media sosial Instagram resmi Fly Jaya, rute perdana yang dilayani maskapai tersebut yakni Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta menuju Bandara Adisutjipto Yogyakarta, dan sebaliknya. Layanan penerbangan itu pun tersedia setiap hari.
"Terbang paling pagi ke Halim [HLP] pukul 06.00 WIB, tiba paling sore di Adisutjipto [JOG] pukul 15.55 WIB," tulis manajemen Fly Jaya melalui Instagram resminya @flyjaya dikutip Sabtu (5/7/2025).
Adapun, lokasi bandara yang strategis di tengah kota sehingga memudahkan mobilitas penumpang di Jakarta maupun di Yogyakarta.
Terkait harga tiketnya, mengacu laman resmi Fly Jaya, untuk rute penerbangan Jakarta-Yogyakarta dibanderol mulai Rp1,3 jutaan sekali jalan. Harga yang sama juga berlaku via online travel agent (OTA) Traveloka.
Terdapat tiga layanan yang dihadirkan oleh maskapai tersebut, yakni Fly Saver, Fly Comfort dan Fly Flexi+ dengan tarif yang berbeda-beda.
Misalnya, untuk tiket Fly Saver termasuk kabin bagasi 7 kg dan free check-in bagasi, sementara untuk layanan Fly Comfort termasuk seat selection atau bebas memilih kursi.
"Dan hal tersebut merupakan kondisi faktual bahwa belum ada pijakan administratif yang dapat diverifikasi secara sah oleh regulator," beber Lukman.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara siap mendukung dan membuka ruang bagi inisiatif pendirian maskapai baru, selama seluruh proses dilaksanakan secara transparan, tertib, dan sesuai ketentuan.
BBN Airlines Fokus Bisnis ACMI
PT BBN Airlines Indonesia kini memfokuskan bisnis pada layanan penyewaan ACMI (Aircraft, Crew, Maintenance and Insurance) dengan pelanggan pertama adalah Sriwijaya Air.
Chairman BBN Airlines Indonesia Martynas Grigas mengatakan langkah ini diambil sejalan dengan peningkatan perjalanan udara domestik dan internasional namun berbanding terbalik dengan jumlah pesawat yang beroperasi.
“Langkah ini diambil untuk membantu meningkatkan efisiensi operasional dan kapasitas penerbangan di Indonesia, seiring dengan semakin pesatnya permintaan perjalanan udara domestik dan internasional,” kata Martynas dalam keterangan resmi, Senin (17/2/2025).
Lebih lanjut, Martynas mengatakan layanan ACMI ini memungkinkan maskapai untuk menyediakan pesawat, kru, pemeliharaan, dan asuransi tanpa perlu mengelola aspek operasional ini secara mandiri, sehingga mengurangi beban biaya dan meningkatkan efisiensi.
Dengan pengalaman yang dimiliki, BBN Airlines Indonesia telah sukses menjalin kerja sama dengan berbagai maskapai, termasuk Sriwijaya Air, untuk meningkatkan kapasitas penerbangan, khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Kolaborasi ini menjadi operasi ACMI pertama bagi BBN Airlines Indonesia dan mencerminkan komitmen mereka dalam memperkuat ekosistem penerbangan domestik pada 2025.
Keunggulan model ACMI yang ditawarkan BBN Airlines Indonesia terletak pada efisiensi waktu persiapan operasional. Armada pesawat beserta kru yang terlatih dapat beroperasi dalam kurun waktu 2–4 pekan setelah kesepakatan, memungkinkan maskapai menambah kapasitas dengan cepat tanpa harus berinvestasi besar atau menangani pengelolaan armada yang kompleks.
Selain itu, model bisnis ACMI ini juga membantu maskapai dalam menekan biaya operasional, termasuk pemeliharaan pesawat dan pengelolaan kru, sehingga memberikan keuntungan dalam meningkatkan efisiensi layanan di tengah meningkatnya permintaan penerbangan.
Teranyar, maskapai asal Vietnam, Bamboo Airways, resmi menjalin kemitraan dengan BBN Airlines Indonesia dalam bentuk perjanjian ACMI.