Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo sempat menargetkan ekonomi Indonesia tumbuh progresif mencapai 7 persen pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara (RPJMN) 2015-2019.
Nyatanya, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh stagnan di kisaran 5 persen, yaitu 4,88 persen pada 2015, 5,03 persen pada 2016, 5,07 persen pada 2017, 5,17 persen pada 2018, dan 5,02 persen pada 2019.
Menanggapi realisasi tersebut, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Ryan Kiryanto mengatakan realisasi PDB 2019 tidak mengejutkan.
"Ini capaian terbaik yang bisa diraih di tengah kuatnya tekanan eksternal, misalnya Brexit, perang dagang, risiko geopolitik, dan rendahnya harga komoditas," paparnya kepada Bisnis, Rabu (5/2/2020).
Langkah Bank Indonesia (BI) yang terus mengambil kebijakan moneter, makroprudensial, serta bauran kebijakan dinilai efektif menahan pertumbuhan ekonomi di level 5 persen. Menurut Ryan, rendahnya inflasi 2019, yang sebesar 2,72 persen, memberikan makna pengelolaan makroekonomi domestik yang cukup baik.
Oleh karena itu, dia mengapresiasi kinerja BI yang mampu mengelola momentum pertumbuhan di tengah gejolak eksternal yang terjadi bertubi-tubi.
Baca Juga
Meski demikian, pemerintah tetap diminta mencermati detail capaian PDB yang telah diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pasalnya, pertumbuhan ekonomi turun drastis dari 5,17 persen pada 2018 menjadi 5,02 persen pada tahun lalu.
"Jika melihat capaian kuartal IV/2019 sebesar 4,97 persen, sektor industri menurun dari 4,25 persen menjadi 3,66 persen. Juga dengan sektor perdagangan yang turun dari 4,41 persen ke 4,24 persen. Pun sektor pertambangan yang turun dari 2,25 persen ke 0,94 persen," imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah dan BI memiliki tugas untuk mengelola dampak eksternal seiring merebaknya wabah virus corona yang berasal dari China karena diprediksi berimbas pada perekonomian dunia.
Sumber-sumber pertumbuhan, baik dari sisi lapangan usaha maupun pengeluaran harus lebih dioptimalkan. Termasuk, pengelolaan pasar domestik melalui sektor industri, pertanian, perdagangan.
Ryan berharap kontribusi dari konsumsi rumah tangga dapat dijaga di kisaran 56 persen-57 persen terhadap PDB.
"Omnibus Law harus bisa cepat dituntaskan dan dijalankan dengan didukung kebijakan moneter dan bauran kebijakan oleh BI. Outlook PDB Indonesia 2020 masih mungkin dijaga di kisaran 5,1-5,2 persen dengan mempertimbangkan berbagai risiko eksternal dan internal," tegasnya.