Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

WEF Davos, Airlangga Bahas Sawit dan Usulkan Skema Carbon Credit

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengusulkan skema penerapan carbon credit dan pemanfaatan kelapa sawit bagi pembangunan dalam rangkaian pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) 2020 di Davos-Swiss.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengusulkan skema penerapan carbon credit dan pemanfaatan kelapa sawit bagi pembangunan dalam rangkaian pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) 2020 di Davos-Swiss.

Hal itu disampaikan dalam pertemuan yang mengusung topik Collective Action for Forest Positive Future yang diselenggarakan oleh organisasi TropicalForest Alliance (TFA), Kamis (23/1/2020).

Airlangga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat industri sawit secara holistik, termasuk dari aspek lingkungan, ekonomi, kontribusi terhadap pembangunan global terutama untuk pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), perspektif bisnis, serta kebijakan yang telah diambil Pemerintah Indonesia.

"Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia. Komoditas ini berkontribusi terhadap 3,5 persen PDB nasional. Dengan memanfaatkan tidak lebih dari 10 persen [sekitar 6 persen-7 persen] dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia. Selain itu, sektor minyak sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan bagi 10 juta orang," ujar Menko Airlangga dalam rilisnya, Jumat (24/1/2020).

Dia juga menyampaikan soal kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit yakni pengembangan B30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis fossil sebagai upaya mengurangi emisi karbon.

“Indonesia juga sedang mengembangkan skema kredit karbon guna mendukung upaya pelestarian lingkungan," kata Menko.

Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar, dalam forum ini Airlangga memberikan penjelasan utuh mengenai penanganan komoditas kelapa sawit serta menyampaikan berbagai program Pemerintah untuk mengatasi deforestasi.

Para peserta yang hadir – termasuk mantan Wapres AS Al Gore – menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada Pemerintah Indonesia yang telah berhasil menekan angka deforestasi secara signifikan selama beberapa tahun terakhir.

Diketahui, Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 14 juta hektare yang dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton karbon dioksida (CO2) dari udara setiap tahun.

Airlangga mengakui bahwa tantangan utamanya adalah mengonversikan carbon foot print ke dalam suatu skema bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, dia mengajak para peserta yang hadir untuk mulai berinvestasi di sektor karbon.

Bagi Indonesia, investasi lingkungan, terutama menyangkut reforestasi, tidak harus dibatasi hanya dalam konteks replanting. Namun perlu diperluas hingga mencakup aspek monetization dari emisi karbon yang dapat diserap oleh perkebunan sawit.

Oleh karena itu, Airlangga mengusulkan agar para stakeholders yang hadir bisa ikut memikirkan mekanisme atau skema penerapan carbon credit yang tepat dalam merealisasikan potensi Indonesia sebagai the capital of carbon credit.

Terkait pencapaian SDGs, dia  mengemukakan peranan minyak sawit dalam mencapai target yang telah disepakati secara global, antara lain : sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang mendukung ketahanan energi nasional; penyediaan bahan makanan; penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan; serta pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.

"Presiden Jokowi memiliki komitmen untuk peremajaan [replanting] sebanyak 500 ribu hektare kebun kelapa sawit milik petani. Tujuannya adalah agar masyarakat yang bekerja di sektor ini bisa mendapatkan hasil yang optimal," ujarnya..

Airlangga pada hari yang sama juga menjadi kontributor dalam Informal Gathering of  World Economic Leaders (IGWEL) bertajuk “Finding Resilience in A Global Economy with New Rules”.

Dia menyampaikan strategi kebijakan Indonesia dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global dan menjabarkan agenda pembangunan Indonesia tahun 2020 – 2024 dengan target pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 6 persen.

Disampaikan pula bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui sinergi antara upaya penguatan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dan birokrasi, transformasi ekonomi, serta kebijakan moneter dan fiskal yang solid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhirul Anwar
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper