Bisnis.com, JAKARTA – Daya saing pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhambat dukungan sistem logistik yang belum mumpuni, sehingga perlu adanya perbaikan arus barang dan sistem rantai pasok guna meningkatkan daya saing global.
Setijadi, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) mengatakan bahwa dukungan sistem logistik dibutuhkan oleh para pelaku UMKM untuk meningkatkan efisiensi aliran bahan dan barang, informasi, dan uang, yang akan berdampak pula terhadap produktivitasnya.
“Dalam pengadaan bahan baku, misalnya, dibutuhkan sistem logistik untuk mengkonsolidasikan proses pembelian dari para pelaku yang setiap volumenya relatif kecil sehingga berbiaya mahal. Dengan konsolidasi, volume pengadaan menjadi tinggi sehingga lebih murah karena ada diskon pembelian dan pengiriman bahan baku,” katanya, Senin (23/12/2019).
Dia menilai efisiensi dan produktivitas juga akan dicapai dengan sistem logistik yang baik dalam proses penyimpanan dan pengelolaan bahan baku, hingga pengemasan dan pengiriman produk.
Pemerintah, lanjutnya, perlu memfasilitasi pembentukan logistics center di sentra-sentra UMKM. Logistics center itu sebaiknya melibatkan para pihak terkait, termasuk instansi pemerintah daerah dan perguruan tinggi setempat.
“Karakteristik para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengakibatkan kebutuhan dukungan sistem logistik yang kuat untuk peningkatan daya saing dan produktivitasnya,” irainya.
Karakteristik UMKM tersebut terutama terkait dengan volume produksi dan penjualan setiap pelaku yang kecil karena tersebar di banyak pelaku.
Selain itu, para pelaku UMKM juga terkendala kemampuan modal dan manajemennya, sehingga tidak mampu mengembangkan sistem logistiknya sendiri.
Kepala Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Modal Intelektual (LP2M) Universitas Widyatama (UTama) Bandung, Nova Indah Saragih , menuturkan tingkat produktivitas UMKM Indonesia masih rendah.
Dari 20 negara anggota Asian Productivity Organization (APO), Indonesia berada pada urutan ke-11 dengan tingkat pertumbuhan produktivitas hanya sebesar 3,1%. Pada tingkat Asean, Indonesia berada pada peringkat 4.