Bisnis.com, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi merilis 25 laporan investigasi dan 159 rekomendasi keselamatan perkeretaapian
selama periode 5 tahun.
Sepanjang tahun ini, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan 6 laporan hasil investigasi, di mana 5 laporan akhir telah dirilis dan 1 laporan dalam proses menunggu tanggapan stakeholder.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT Suprapto mengatakan keenam laporan yang sebagian besar terjadi pada 2018 tersebut terdiri atas 5 kasus anjlokan dan satu kasus gangguan operasi.
"Dengan demikian, dalam periode 2015 – 2019 KNKT telah berhasil menyelesaikan laporan sebanyak 25 laporan dari 38 kejadian yang diinvestigasi termasuk kejadian di tahun 2019 ini yaitu enam kejadian anjlokan KA dan 1 kejadian gangguan operasional," katanya, Kamis (19/12/2019).
Beberapa kasus yang diinvestigasi didominasi oleh kejadian anjlokan KA yaitu sebanyak 25 kejadian, diikuti dengan kasus tabrakan antar-KA sebanyak 5 kejadian dan 8 kejadian gangguan operasional KA.
Adapun, jumlah rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil investigasi KNKT kepada stakeholder terkait keseluruhannya sebanyak 159 poin dengan sebanyak 66 persen atau sebanyak 104 poin telah ditindaklanjuti dan 34 persen atau sejumlah 55 poin belum ditindaklanjuti.
Pemangku kepentingan yang menerima rekomendasi tersebut antara lain PT Kereta Api Indonesia, Ditjen Perkeretaapian Kemenhub, PT
Kereta Commuter Indonesia (KCI) , PT Inka, dan PT Raillink.
"Kami sangat berterima kasih kepada seluruh stakeholder perkeretaapian atas segala bentuk kerjasamanya baik pada saat pelaksanaan investigasi, penyusunan laporan dan implementasi rekomendasi keselamatannya," paparnya.
Berdasarkan hasil evaluasi, ada beberapa isu keselamatan yang dihadapi oleh industri perkeretaapian sampai kini dan menjadi tantangan keselamatan perkeretaapian mendatang yang perlu dievaluasi, dikaji dan diantisipasi oleh para stakeholder perkeretaapian.
Isu itu yakni, pertama, pengawasan internal penyelenggara (operator) perkeretaapian yang belum efektif terkait perawatan dan pengoperasian dari sarana dan prasarana perkeretaapian.
Kedua, belum optimalnya pengawasan eksternal dari Ditjen Perkeretaapian kemenhub terhadap implementasi peraturan perundang-undangan perkeretaapian.
Ketiga, belum terimplementasinya Sistem Keselamatan Kereta Api Otomatis (SKKO) di seluruh jalur kereta api eksisting.
Keempat, belum adanya Peraturan untuk menetapkan kelas jalur dan standar keandalan untuk tiap lintas/petak sebagai acuan dalam pengoperasian dan perawatan jalur Kereta api.
Kelima, permasalahan kerusakan yang tidak terselesaikan (backlog) pada perawatan prasarana perkeretaapian dari tahun ke tahun sampai dengan saat ini.
Keenam, sebagian besar tenaga perawatan sarana dan prasarana perkeretaapian belum memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan bidangnya.
Ketujuh, klasifikasi pengangkutan BBM termasuk dalam kategori angkutan barang khusus dan bukan sebagai angkutan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Kedelapan, belum adanya lembaga Pemerintah yang menjamin kelaikan tangi pengangkutan BBM dengan Kereta Api.