Bisnis.com, JAKARTA - Pesimisme dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi negara pada 2020 adalah buntut dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan implementasinya.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi pada Selasa (10/12/2019) mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi akan membaik, tetapi hal ini masih dibayangi ketidakpastian global yang semakin besar.
"Kita lihat di Amerika Serikat tidak hanya perang dagang, tetapi juga arah kebijakan politik yang akan berbeda apabila Donald Trump terpilih lagi atau dimakzulkan. Inggris juga tengah menghadapi krisisnya sendiri melalui Brexit," jelasnya.
Yusuf menjelaskan, pesimisme dunia usaha muncul karena mereka masih menanti apakah rencana-rencana kebijakan yang dijanjikan pemerintah akan sesuai saat tahap implementasi. Ia menilai, selama ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah masih kurang terimplementasi secara komprehensif.
Hal tersebut dapat dilihat dari 16 Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo saat periode pertama pemerintahannya. Sebagian besar insentif yang dijanjikan pemerintah tidak dapat dinikmati dunia usaha.
"Insentif seperti harga gas dan subsidi listrik untuk dunia usaha nyatanya tidak bisa dinikmati secara maksimal oleh pengusaha. Ini membuat mereka cenderung bersifat pesimistis dan masih wait and see," jelasnya.
Selain itu, menurutnya, para pelaku usaha juga masih menanti koordinasi dari tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju. Pada kabinet sebelumnya, Yusuf memperkirakan dunia usaha kurang puas terhadap performa tim ekonomi periode sebelumnya karena banyaknya regulasi di tingkat kementerian/lembaga yang tumpang tindih.
"Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dirancang seperti omnibus law dan insentif perpajakan lain harus dieksekusi dengan baik agar manfaatnya bisa dirasakan seluruh pengusaha dan meningkatkan optimisme mereka," katanya.
Sementara itu, ekonom CSIS Indonesia Fajar B. Hirawan mengatakan pesimisme dunia usaha merupakan peringatan keras bagi tim ekonomi pemerintah. Hal tersebut sekaligus menjadi bukti adanya sentimen kurang baik dari kacamata pengusaha nasional terhadap kinerja perekonomian Indonesia pada 2020.
"Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dirancang seperti omnibus law dan insentif perpajakan lain harus dieksekusi dengan baik agar manfaatnya bisa dirasakan seluruh pengusaha dan meningkatkan optimisme mereka," katanya.
Menurut Fajar, salah satu faktor utama munculnya sikap pesimisme tersebut adalah lambatnya reformasi struktural yang dijanjikan pemerintah. Hal tersebut khususnya terkait upaya peningkatan daya saing dan produktivitas serta re-industrialisasi.
"Faktor dari luar seperti perlambatan ekonomi, perang dagang, dan pelemahan harga komoditas juga saya rasa menjadi alasan mengapa dunia usaha cenderung underestimate dalam perkiraan mereka," jelas Fajar.