Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan biodiesel akan berhenti pada kadar 50% (B50) jika peremajaan kebun kelapa sawit tidak berhasil dilakukan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan peremajaan lahan tersebut erat kaitannya dengan kepastian pasokan kelapa sawit sebagai bahan baku utama biodiesel. Pengembangan green fuell akan berhenti di B50 jika tingkat produktivitas tandan buah segar (TBS) atau yield lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 41% tidak bisa diperbaiki.
Selanjutnya, apabila akan mengembangkan sampai B100, itu pun hanya akan diterapkan untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) yang masih menggunakan high speed diesel (HSD).
"Dengan dana BPDP [Badan Pengelola Dana Perkebunan], akan mulai dilakukan replanting tahun depan. Kalau kondisi sekarang ini, kita berhenti di B50. Bisa saja loncat B100, tetapi hanya untuk PLN," katanya, Selasa (10/12/2019).
Luhut menegaskan penggunaan biodiesel sangat penting karena mampu menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Setidaknya, dengan penerapan B20, Indonesia mampu menghemat impor BBM senilai US$3 miliar.
Menurutnya, impor BBM bisa ditekan lebih awal apabila pemanfaatan B20 juga dilakukan lebih awal, yakni pada 2016. Selain itu, petani sawit juga dinilai akan semakin sejahtera karena semakin lama harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang terus meningkat.
Sebelumnya, pada pertengahan tahun ini, harga CPO telah menyentuh US$500 per ton. Harga terus meningkat menjadi US$700 per ton dan diperkirakan menjadi US$750 ton saat penggunaan B30 pada 2020.