Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Jepang tengah mempertimbangkan penyusunan paket stimulus ekonomi skala besar dengan pengeluaran fiskal melebihi US$ 92 miliar. Hal ini dilakukan guna mengurangi dampak kerapuh ekonomi negara itu di tengah permintaan global yang lemah dan perang dagang AS-China.
Berdasarkan berita Nikkei, yang dikuitp Bisnis dari laman Reuters (30/11), menambahnya ketegangan pada keuangan Jepang membuat pemerintah menerbitkan lebih banyak obligasi untuk mendanai pengeluaran pekerjaan umum hingga 4 triliun yen (US$ 36,82 miliar), sekaligus menebus kekurangan pajak karena perusahaan merasakan kesulitan akibat tekanan dari ketegangan perdagangan.
Perdana Menteri Shinzo Abe akan menyelesaikan paket fiskal tersebut pada awal minggu depan setelah berkonsultasi dengan koalisi yang berkuasa. Sayangnya, para pejabat kementerian keuangan Jepang tidak segera bisa dihubungi untuk diminta komentar.
Adapun, anggota parlemen partai yang berkuasa telah menekan pemerintah untuk menyusun paket pengeluaran besar sehingga fiskal dapat memainkan peran yang lebih besar dalam mendukung pertumbuhan. Meskipun pada akhirnya ada risiko lebih banyak dalam penerbitan utang.
Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda sebelumnya mengatakan kebijakan ultra-longgar bank sentral bertujuan untuk mencapai target harga, bukan pada pendanaan pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran fiskal di bawah paket tersebut mungkin akan melebihi 10 triliun yen, yang akan didanai oleh anggaran tambahan untuk tahun fiskal berjalan yang berakhir pada Maret 2020 dan anggaran tahunan tahun depan.
Itu kira-kira akan cocok dengan paket pengeluaran 13,5 triliun yen yang disatukan pada tahun 2016, ketika Inggris keluar dari Uni Eropa yang mengguncang pasar dan meningkatkan ketidakpastian atas ekonomi yang bergantung pada ekspor Jepang.
Paket yang sedang dikerjakan pun akan mencakup pengeluaran untuk bantuan bencana, pembangunan infrastruktur dan langkah-langkah untuk membantu perusahaan meningkatkan produktivitas.
Surat kabar Nikkei menyebutkan pemerintah Jepang juga akan menerbitkan lebih banyak obligasi yang menutupi defisit, karena pendapatan pajak untuk tahun fiskal berjalan akan menggeser perkiraan awalnya sekitar 2 triliun yen.
Namun, di samping pengeluaran fiskal, Jepang pun akan memberikan pembiayaan kepada perusahaan untuk investasi di luar negeri untuk membantu mereka mendiversifikasi produksi.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Jepang merosot ke level terlemah dalam satu tahun di kuartal ketiga karena permintaan global yang lemah sehingga menekan ekspor serta memicu kekhawatiran resesi. Beberapa analis juga khawatir kenaikan pajak penjualan pada Oktober bisa mendinginkan konsumsi swasta.