Bisnis.com, PALEMBANG – Sebanyak 25 kontainer setara 495 ton kelapa bulat asal Sumatra Selatan yang diekspor ke Thailand dikembalikan atau re-impor lantaran dinilai tidak memenuhi spesifikasi negara pembeli.
Catatan tersebut diperoleh Bisnis dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Palembang, pada Jumat (15/11/2019).
Bahkan, Bea Cukai Palembang melaporkan masih ada sebanyak 76 kontainer setara 1.140 ton kelapa segar yang dalam proses pengajuan re-impor oleh eksportir kelapa karena ditolak Thailand.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Informasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Palembang Dwi Harmawanto mengatakan pengembalian barang ekspor dari pembeli berkaitan dengan kualitas dari kelapa segar tersebut.
“Kemungkinan eksportir tidak teliti menjaga kualitas, begitu di sana [negara tujuan] memperketat [pengawasan] kita keteter,” kata Dwi saat dihubungi Bisnis, Minggu (17/11/2019).
Dwi memaparkan 25 kontainer yang dikembalikan negara importir itu dilakukan tidak serentak, melainkan beberapa kali pengiriman (shipment).
Dia mengemukakan ekspor ratusan ton kelapa dilakukan oleh kurang dari 5 perusahaan. Perusahaan tersebut diketahui mengekspor kelapa pada Oktober 2019 ke Thailand.
“Ternyata sampai di sana ditolak. Alasannya ketat, barang kurang segar, sudah tumbuh tunas, kalau ditolak ya harus kembali ke asal,” kata Dwi.
Menurut Dwi, secara alur perdagangan luar negeri, negara pembeli memang dapat menolak barang sesuai alasan yang berlaku. Hal tersebut juga pernah dilakukan Indonesia ketika mendapat impor barang yang ternyata sampah dan mengembalikannya ke negara asal.
Dia melanjutkan saat ini 25 kontainer kelapa re-impor itu sudah berada di tangan eksportir. Sementara 38 kontainer lainnya masih berada di Pelabuhan Boom Baru menunggu proses pengembalian.
“Kemungkinan mereka [eksportir] mengajukan permohonan re-impor, ada sekitar 38 yang on going dari Thailand sehingga total yang masih proses 76 kontainer,” jelasnya.
Menurut Dwi, pengiriman balik kelapa tersebut mulai melonjak sejak dua pekan terakhir. Dia menilai kelapa termasuk komoditas yang sensitif. Adapun pengiriman barang dari Sumsel ke Thailand diperkirakan memakan waktu sekitar satu minggu.
“Kejadian ini menjadi tantangan untuk ekspor komoditas kelapa, karena dari informasi yang kami gali dari eksportir, Thailand lagi memperketat spesifikasi kualitas kelapa impor,” kata Dwi.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Iwan Gunawan tidak berkomentar terkait penolakan Thailand terhadap ekspor kelapa asal Sumsel.
“Kami masih menunggu arahan dari Gubernur Sumsel terkait kondisi tersebut,” kata Iwan saat dikonfirmasi Bisnis, Jumat (15/11/2019).
Sumsel memiliki sentra perkebunan kelapa yang berada di Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan catatan Dinas Pertanian Kabupaten Banyuasin, perkebunan kelapa terbentang seluas 47.762 hektare di daerah perairan sungai tersebut.
Adapun jumlah masyarakat yang mengandalkan kelapa sebagai mata pencarian sebanyak 33.314 kepala keluarga (KK).
Sebelumnya, Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, Sukerik, mengatakan kelapa masuk dalam 10 komoditas ekspor nonmigas andalan Sumsel.
“Saat ini kelapa menduduki peringkat ke-9 untuk nilai ekspor yang mencapai US$2,51 juta per Oktober 2019,” katanya.
Ekspor yang mayoritas merupakan kelapa bulat itu berkontribusi sebesar 0,47 persen terhadap total nilai ekspor nonmigas Bumi Sriwijaya.