Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak wacana Kementerian Ketenagakerjaan yang berencana menghapus Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan hanya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP).
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bahwa rencana tersebut ngawur, bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dan secara sistematis akan memiskinkan kaum buruh.
"Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur bahwa upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota," katanya dalam siaran pers yang diterima oleh Bisnis.com pada Kamis (14/11/2019).
Lebih lanjut, Said Iqbal menegaskan bahwa upah minimum berdasarkan wilayah kabupaten/kota sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun yang lalu, jadi tidak masuk akal apabila UMK hendak dihapuskan. Karena hal tersebut akan memicu perusahaan berlomba-lomba membayar upah buruh hanya sesuai UMP.
Sebagai contoh, UMP Jawa Barat pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 1,668,372. Sementara itu, UMK Jawa Barat tahun 2019 yang tertinggi ada di Kabupaten Karawang, yakni Rp 4.234.010. Sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Pangandaran, sebesar Rp 1.714.673.
"Jika UMK ditiadakan, maka buruh di Karawang yang selama ini upahnya 4,2 juta hanya mendapatkan upah 1,6 juta. Apa yang bisa dikatakan untuk kebijakan semacam ini kalau bukan ngawur dan secara sistematis memiskinkan kaum buruh," paparnya
Said Iqbal mempertanyakan sikap pemerintah yang dinilainya selalu membuat kebijakan yang kontroversial, seperti wacana revisi UU Ketenagakerjaan dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Adapun sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bila nantinya skema pengupahan hanya mengacu pada UMP, termasuk untuk kabupaten/kota.
"Iya ada kemungkinan me-review UMP itu hanya satu. Jadi tidak melihat UMK, provinsi maupun kabupaten/kota," kata dia di Kompleks Istana, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).