Bisnis.com, JAKARTA - Penyediaan kartu pra kerja yang saat ini masih disiapkan oleh pemerintah diharapkan bisa mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Kendati, kartu ini nantinya tak sekadar membiayai pelatihan untuk pengembangan skill, melainkan juga mencover biaya sertifikasi calon penerima kerja.
Ketua Organisasi Serikat Pekerja atau OPSI, Timboel Siregar mengatakan tahun depan, pemerintah mengalokasikan Rp10 triliun untuk 2 juta penerima kartu pra kerja.
Dia mengatakan, mengacu pada data BPS per Februari 2019, jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 136,1 juta jiwa dengan rincian pekerja formal kurang lebih sebanyak 42%, pekerja informal sekitar 57% dan sisanya adalah pengangguran terbuka atau sebanyak 6,28 juta jiwa.
Menurutnya, adanya kartu pra kerja bisa membantu para pengangguran terbuka, dalam hal ini termasuk lulusan SMA/SMK dan freshgraduate, dan juga pekerja informal untuk bisa meningkatkan skill/kompetensi sehingga bisa terserap sebagai pekerja formal. Sebab itu, pengadaan kartu pra kerja ini diharapkan bisa mengurangi angka pengangguran sebanyak 2 juta jiwa pada 2020, sebagaimana jumlah target penerima kartu tersebut.
“Jadi nanti bukan uang cash, dia harus ikut training nanti dikasih uang saku, transport. Ini memang yang jadi skemak oleh pemerintah. Nah training itu nanti didasari dengan kebutuhan industri, yang kami dorong adalah gak sekadar training tapi juga sertifikasi karena industri sekarang ini kan tahunya bukan ijazah, tapi punya sertifikasi apa,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (29/10/2019).
Pasalnya, saat ini sertifikasi menjadi acuan pengusaha apakah seseorang bisa diterima kerja atau tidak. Di sisi lain, mahalnya biaya untuk menjadi landasar mengapa kartu pra kerja juga perlu mencover sertifikasi kompetensi pekerja.
Selain sertifikasi, Timboel juga berharap adanya kartu pra kerja ini juga dilengkapi dengan peran pemerintah sebagai job services.
“Jadi yang sudah punya sertifikat ini dipertemukan oleh pemerintah dengan perusahaan-perusahaan. Jadi semacam head hunter gitu. Sehingga industri gak lagi mencari-cari.”
Permintaan Timboel tersebut rupanya sudah dijawab oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu, Askolani yang mengatakan bahwa kartu pra kerja ini juga mengcover biaya sertifikasi untuk para penerimanya.
“Betul, termasuk sertifikasinya. Si penerima itu tetap harus cari kerjaannya, tapi kalau ada info job maka dapat disampaikan ke yang bersangkutan,” kata Askolani.
Dalam hal ini, Askolani mengatakan rencananya kartu pra kerja itu akan ditujukan untuk semua sektor/bidang. Namun, rencana ini masih dibahas dengan pihak-pihak terkait salah satunya Kementerian Ketenagakerjaan.
Untuk skema penyalurannya, Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker, Bambang Satrio Lelono mengatakan, saat ini masih dalam tahap pembahasan.
“Yang jelas dengan adanya program ini, kita bisa mengurangi angka pengangguran,” kata Bambang.
Sementara itu, asisten deputi ketenagakerjaan Kemenkoperekonomian Yulius mengatakan dalam program kartu pra kerja, para penerima akan menerima biaya sekitar Rp3 sampai 7 juta untuk mengikuti pelatihan. “Tapi jumlah itu masih tentative dan bukan dalam bentuk uang,” kata Yulius.
Nantinya, untuk bisa mengikuti pelatihan pengembangan kompetensi, si penerima akan mendaftar melalui sebuah platform.
“Nah di platform itu nanti ada pelatihan apa saja? tingkatannya apa saja? Misal nanti daftar di pelatihan A, nah ini nanti pemerintah yang bayar. Si penerima ini memang tidak dapat uang tapi dapat pelatihan plus uang saku selama masa tunggu 1-3 bulan,” imbuhnya.