Bisnis.com, JAKARTA — Freeport-McMoRan Inc. memperkirakan penjualan tembaga dari PT Freeport Indonesia hingga akhir tahun berada pada kisaran 600 juta pounds, sementara penjualan emas sekitar 860.000 ounces.
Adapun penjualan dua komoditas tersebut anjlok masing-masing sebesar 53,7% dan 68,77% sepanjang Januari-September 2019 dibandingkan dengan penjualan pada periode yang sama tahun lalu.
Anjloknya penjualan tersebut berbanding lurus dengan produksi yang memang jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Pasalnya, produksi tambang terbuka Grasberg sudah jauh menyusut lantaran tengah dalam proses transisi penambangan ke tambang bawah tanah.
CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson mengatakan GRasberg memiliki cadangan bijih dengan kadar yang tinggi. Hal tersebut membuat produksi, khususnya emas, sangat tinggi.
“Akhirnya, alasan geotektik mengharuskan kami untuk keluar dari sana [tambang terbuka Grasberg]. Selama kami bisa mencapai emas bermutu tinggi tersebut, kami akan melakukannya,” ujarnya dalam conference call kuartal III/2019 yang berlangsung Rabu (23/10/2019) malam.
Awalnya penambangan terbuka dijadwalkan berakhir pada pertengahan tahun ini. Namun, masih bisa diperpanjang hingga November 2019 sehingga masih ada bijih yang bisa ditambang dari Grasberg.
Untuk tambang bawah tanah, pengembangan terus dilakukan, khususnya di Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Level Zone (DMLZ).
Pada kuartal III/2019, penambangan bijih di GBC sebanyak 10.600 ton per hari. Jumlahnya diharapkan bisa meningkat hingga 16.000 ton per hari pada akhir tahun.
Adapun GBC ditargetkan mampu menghasilkan 30.000 ton bijih per hari pada pada 2020 dan terus naik hingga 130.000 ton bijih per hari pada 2023.
Sementara itu, DMLZ memproduksi 9.800 ton bijih per hari sepanjang kuartal III/2019 dan diharapkan naik menjadi 11.000 ton per hari pada akhir 2019.
Tingkat penambangan tersebut tersebut ditargetkan terus meningkat menjadi 28.000 ton bijih per hari pada 2020 hingga akhirnya menjadi 80.000 ton bijih pada 2022.