Bisnis.com, JAKARTA — Faktor keamanan menjadi pemicu tidak tercapainya target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang ditetapkan oleh pemerintah selama beberapa tahun terakhir.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Didien Junaedy mengatakan situasi keamanan yang tidak terjamin membuat wisman enggan datang ke Indonesia meski destinasi super prioritas sudah rampung pada tahun depan.
Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan keamanan bukan hanya terkait sosial politik, tapi juga bencana alam yang terjadi di Indonesia.
“Kalau situasi keamananya terjaminn, kemudian kita campaign soal itu, mau ditargetkan berapa pun pasti bisa,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (8/10/2019).
Dia mencontohkan, seperti kerusuhan di Papua. Meski hanya terjadi di Papua, para wisman akan menggeneralisasi bahwa Indonesia secara umum merupakan destinasi yang tidak aman.
Wakil ketua umum Astindo, Rudiana mengatakan banyak hal yang menyebabkan target wisman tidak pernah tercapai. Pertama, target yang ditetapkan terlalu tinggi. “Itu tidak sesuai dengan realita ekonomi yang ada,” kata Rudiana, Selasa (8/10/2019).
Kedua, kondisi keamanan baik akibat kebijakan politik maupun bencana alam hingga kebakaran lahan dan hutan yang terjadi tiap tahunnya. Salah satu isu politis yang berdampak pada wisman adalah saat gembar-gembor pengesahan RUU KUHP yang mengakibatkan penerbitan travel warning dari sejumlah negara, seperti Australia.
Ketiga, tidak adanya pergelaran-pergelaran besar skala internasional yang bisa menarik wisman juga mempengaruhi realisasi jumlah wisman.
“Bottom line-nya adalah krisis ekonomi dunia akibat perang dagang AS-China. Akhirnya banyak orang yang tidak melakukan traveling atau kalaupun pergi ya mengurangi jumlah harinya.”
BERLANJUT TAHUN DEPAN
Rudiana menuturkan risiko gagal tercapainya target kunjungan wisman tersebut akan terus berlanjut hingga 2020. Apalagi, imbuhnya, pemerintah juga mengatakan akan ada krisis yang lebih besar pada tahun tersebut.
“Kemarau panjang juga berpengaruh.”
Sementara itu, Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Azril Azhari mengatakan daya saing dan daya tarik pariwisata di Indonesia akan tetap kalah dibandingkan negara tetangga jika tidak ada perbaikan secara kualitas.
Pasalnya, perlu ada perbaikan terhadap beberapa indikator pariwisata di Indonesia yaitu dari sisi keamanan, kesehatan, kesiapan, keberlangsungan lingkungan, air transportation infrastructure serta tourist service infrastructure.
Berdasarkan data Travel dan Tourism Competitiveness Index yang diterbitkan oleh World Economics Forum, pada 2019 Indonesia berada di peringkat ke-40 dari 140 negara, naik 2 peringkat dibandingkan dengan capaian pada 2018 kemarin.
Sementara itu, di kawasan ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke 4, lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Indikator-indikator tersebut yang menjadi penyebab pendahnya peringkat Indonesia jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sebab itu, jika indikator-indikator tersebut diperbaiki, maka peluang untuk mencapai target wisman pun akan tercapai. Selain itu, juga bisa meningkatkan peringkat Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2016 realisasi kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 11,52 juta orang dari target yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata sebanyak 12 juta wisman.
Pada 2017, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sepanjang tahun 2017 hanya mencatatkan sebanyak 14,04 juta, atau meleset dari target 15 juta. Sedangkan pada 2018 kemarin, BPS mencatat jumlah kunjungan wisman sepanjang 2018 hanya 15,81 juta atau sekitar 93% dari target Kementerian Pariwisata yang sebesar 17 juta kunjungan pada 2018.
Untuk 2019, Kemenpar tadinya menargetkan kunjungan wisman sebanyak 20 juta namun target tersebut dikoreksi menjadi 18 juta wisman.