Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) harus dikaji ulang oleh DPR RI periode 2019-2024.
Pengamat hukum pertambangan Universitas Tarumanagara Ahmad Redi mengatakan pembahasan RUU Minerba yang sudah berjalan sebelumnya tak perlu di-carry over atau dilimpahkan kepada DPR periode 2019-2024. Pasalnya, substansi RUU ini masih belum bulat antarkementerian dan konsepnya belum mantap.
"RUU ini dibahas secara terburu-buru, dilakukan secara sporadis di akhir masa jabatan anggota DPR 2014-2019," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (3/10/2019).
Dia menilai muatan RUU Minerba ini rentan disusupi kepentingan yang merugikan kepentingan nasional.
"Hal ini terbukti dengan adanya pasal-pasal yang menyimpangi pasal 33 UUD 1945, seperti pelemahan BUMN dalam pengusahaan kegiatan usaha pertambangan," katanya.
Dalam RUU Minerba, lanjutnya, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang bernilai manfaat pengusahaan wilayah pencadangan negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tidak diberikan ke BUMN, melainkan diberikan kepada eks Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK).
"Jadi, perlu ditinjau lagi. Tidak bisa di-carry over," ucap Redi.
Di sisi lain, anggota DPR Periode 2019-2024 Maman Abdurrahman menuturkan pembahasan RUU Minerba ini tidak akan dimulai lagi dari nol oleh Komisi VII DPR periode 2019-2024. Dia menilai substansi RUU Minerba yang telah dibahas pada periode sebelumnya bisa dilanjutkan.
"Bisa carry over sehingga tidak dari titik nol dari yang kita siapkan sekarang. Isinya masih bisa kami perdebatkan dan harus kami diskusikan kembali," ujarnya.
Menurutnya, apabila pembahasan dimulai lagi dari awal, maka akan membutuhkan waktu dua tahun lagi untuk menyusun kerangka dasar RUU Minerba. Pasalnya, pembahasan revisi UU Minerba ini telah dimulai empat tahun lalu.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat DPR akan fokus memeriksa daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait RUU Minerba yang diserahkan pemerintah pada pekan lalu.