Bisnis.com, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) mengungkapkan meskipun pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang (emerging economy) Asia tetap kuat, prospeknya kini meredup dan risikonya terus meningkat bersamaan dengan pelemahan perdagangan serta investasi.
Pembaharuan laporan Asian Development Outlook (ADO) 2019 memproyeksi pertumbuhan pada 45 negara berkembang di kawasan Asia mencapai 5,4 persen untuk tahun ini, sebelum naik tipis ke 5,5 persen pada 2020. Proyeksi ini turun dari perkiraan pertumbuhan yang disampaikan ADB pada Juli 2019, yang sebesar 5,7 persen untuk 2019 dan 5,6 persen pada tahun depan.
Ekonom ADB untuk Indonesia Emma Allen mengatakan perkiraan baru yang lebih rendah tersebut mencerminkan penurunan prospek perdagangan internasional. Hal tersebut sebagian disebabkan oleh ketegangan perang dagang AS-China, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara maju dan ekonomi berkembang berskala besar di Asia, termasuk China, India, Korea Selatan (Korsel), dan Thailand.
Dengan mengecualikan beberapa ekonomi baru yang terindustrialisasi seperti Hong Kong, China, Korsel, Singapura, dan Taiwan, kawasan Asia yang sedang berkembang diperkirakan akan tumbuh sebesar 6 persen pada tahun ini dan tahun depan.
"Perang dagang yang berkepanjangan memicu skenario terburuk yang dapat menekan ekonomi China lebih dalam. Pada saat yang sama, putaran haluan pada rantai pasokan akan menguntungkan ekonomi seperti Vietnam," terangnya dalam paparan laporan ADB di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Pada kesempatan lain, kepala ekonom dari insitusi yang berbasis di Filipina ini, Yasuyuki Sawada, menyampaikan konflik perdagangan China-AS kemungkinan besar berlanjut hingga 2020. Sementara itu, sejumlah perekonomian utama dunia diperkirakan mengalami kesulitan yang lebih besar dari yang diantisipasi saat ini.
Baca Juga
"Di Asia, melemahnya momentum perdagangan dan investasi menjadi perhatian utama. Para pembuat kebijakan perlu memantau isu ini dengan seksama," tegasnya.
ADO Update menggarisbawahi prospek pertumbuhan yang bervariasi di berbagai sub-kawasan Asia yang sedang berkembang. Perlambatan pertumbuhan global bersamaan dengan penurunan tajam pada permintaan elektronik menyebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China merosot, di samping pelemahan yang juga dialami ekonomi yang lebih terbuka di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Laporan ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan mencapai 6,2 persen pada 2019 dan 6 persen pada tahun depan.
Secara keseluruhan, kawasan Asia Tenggara diprediksi tumbuh 4,5 persen pada 2019 dan 4,7 persen pada 2020. Adapun wilayah Asia Timur diproyeksi naik ke kisaran 5,5 persen untuk 2019 dan 5,4 persen pada tahun depan.
"Secara keseluruhan, Asia Selatan diperkirakan tumbuh pada 2019 dan 2020 masing-masing 6,2 persen dan 6,7 persen," tulis laporan tersebut.
Adapun inflasi diproyeksi mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan harga pangan di kawasan ini, termasuk China yang mengalami kenaikan harga daging akibat wabah flu babi Afrika.
Inflasi umum (headline inflation) untuk regional Asia diperkirakan naik sebesar 2,7 persen pada 2019 dan 2020.