Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Sebut Asia Masih Punya Ruang untuk Pangkas Suku Bunga

IMF memproyeksikan ekonomi Asia tumbuh 3,9% pada 2025 karena terdampak permintaan eksternal dan tarif impor AS. Penurunan suku bunga dapat seimbangkan kurs.
Logo International Monetary Fund (IMF) dalam rangka Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, yang terletak di depan Kantor Pusat IMF, Washington DC, Amerika Serikat pada Kamis (17/4/2025). / Bloomberg-Kent Nishimura
Logo International Monetary Fund (IMF) dalam rangka Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, yang terletak di depan Kantor Pusat IMF, Washington DC, Amerika Serikat pada Kamis (17/4/2025). / Bloomberg-Kent Nishimura

Bisnis.com, JAKARTA — Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyebut bank-bank sentral di Asia secara umum memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga guna mendukung permintaan domestik dan mengimbangi dampak perang dagang global yang meningkat.

Melansir Bloomberg pada Jumat (25/4/2025), IMF menyebut, kawasan Asia berada dalam kondisi yang jauh lebih kuat daripada sebelum krisis keuangan Asia.

Direktur IMF untuk Departemen Asia dan Pasifik Krishna Srinivasan menjelaskan bahwa inflasi di kawasan tersebut setara atau bahkan di bawah kisaran target bank-bank sentral, yang seharusnya memungkinkan pelonggaran moneter lebih lanjut. Namun, hal itu dapat melemahkan mata uang, terutama jika suku bunga di AS tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama.

"Apa yang kami sarankan kepada negara-negara adalah membiarkan nilai tukar menjadi peredam guncangan, dan membiarkan kebijakan moneter memberi anda ruang yang anda butuhkan untuk menyesuaikan diri" dengan guncangan tarif, kata Srinivasan.

Rekomendasi tersebut muncul karena tarif Presiden AS Donald Trump mengancam akan memperlambat ekonomi global, dengan kawasan Asia yang didorong oleh ekspor akan menjadi salah satu yang paling terpukul. 

IMF memperkirakan ekonomi Asia hanya akan tumbuh 3,9% tahun ini dan 4% pada 2026 karena mengalami pukulan ganda dari permintaan eksternal yang lebih lemah dan tarif AS yang lebih tinggi.

Itu merupakan penurunan kumulatif sebesar 0,8 poin persentase dari perkiraan IMF sebelumnya, penyesuaian paling tajam sejak pandemi, katanya. Srinivasan menyebut, perkiraan baru tersebut juga menghadapi risiko penurunan yang signifikan, tergantung pada hasil negosiasi perdagangan dengan AS.

Di sisi positifnya, dia mengatakan fundamental kawasan tersebut jauh lebih baik daripada selama krisis keuangan Asia 1997—1998, ketika IMF menyelamatkan Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand. Perbedaannya termasuk kerangka kebijakan yang kredibel, bank sentral yang independen, dan lebih sedikit ketidaksesuaian mata uang dalam neraca negara-negara Asia.

IMF mendesak Asia untuk memperhatikan ekonomi domestiknya guna mendorong pertumbuhan, dan melaksanakan reformasi struktural yang diperlukan untuk merangsang konsumsi dan investasi yang masih lemah dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi.

Biaya pinjaman yang lebih rendah akan membantu meningkatkan permintaan dan mengangkat negara-negara keluar dari wilayah deflasi, seperti China dan Thailand. 

"Setiap dukungan fiskal harus ditargetkan dan dibatasi waktu karena defisit anggaran tetap tinggi pasca-Covid," kata Srinivasan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper