Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Karut Marut IUP Berujung Tunggakan Kewajiban PNBP 23 Korporasi Batu Bara

Karut marut pengelolaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi salah satu penyebab temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kekurangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp223,46 miliar dan US$20,81 juta.
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara (kiri) tiba di lokasi penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2018 dan Ikhtisar Hasil Pemerikaan Semester (IHPS) II tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/5/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara (kiri) tiba di lokasi penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2018 dan Ikhtisar Hasil Pemerikaan Semester (IHPS) II tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/5/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, SOLO - Karut marut pengelolaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi salah satu penyebab temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kekurangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp223,46 miliar dan US$20,81 juta.

Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTTT) yang dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1/2019, lembaga auditor negara tersebut memaparkan tiga aspek terjadinya kekurangan penerimaan.

Pertama, iuran tetap, royalti, dan Dana Hasil Produksi Batu Bara (DHPB), beserta dendanya yang kurang dibayar oleh 23 perusahaan pertambangan.

Kedua, perhitungan PNBP Penggunaan Kawasan Hutan yang tidak tepat karena adanya perbedaan luasan dan kriteria baseline yang menjadi dasar perhitungan.

Ketiga, 6 perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan yang berada di luar wilayah konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dan belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

BPK sendiri saat ini tengah merampungkan laporan tentang karut marut pengelolaan hutan termasuk diantaranya yang diserobot oleh perusahaan tambang dan bartu bara.

"Laporannya masih dalam tahap finalisasi. Jadi belum masuk di sini," ungkap Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara belum lama ini.

Adapun BPK beranggapan bahwa adanya potensi kekurangan penerimaan tersebut merupakan imbas dari ketidakjelasan pengelolaan IUP. IUP pada Minerba One Map Indonesia (MOMI) misalnya tidak lengkap dan akurat.

Ketidakakuratan tersebut di antaranya belum mencakup informasi yang komprehensif yaitu informasi mengenai lokasi tambang, alamat perusahaan, nomor Surat Keputusan (SK), tanggal berlaku SK dan status IUP.

Selain itu, proses peralihan kewenangan dari pemerintah kabupaten atau kota ke pemerintah provinsi juga kurang berjalan lancar karena penyerahan data IUP dari pemerintah kabupaten kota ke pemerintah provinsi belum seluruhnya dilengkapi dokumen pendukung.

Kondisi tersebut, lanjut BPK, menyebabkan adanya potensi IUP yang tidak termonitor kegiatannya dan kurang tepatnya pengambilan keputusan oleh pihak berwenang karena tidak didukung dengan basis data yang akurat.

BPK juga mencatat, pengelolaan IUP belum optimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan permasalahan tumpang tindih wilayah antarkonsensi/IUP dengan status Clear and Clean (CnC) sebanyak 182 IUP, masa berlaku 4.444 IUP telah berakhir namun masih tercatat sebagai IUP aktif, dan penerbitan 196 sertifikat CnC tidak sesuai dengan ketentuan karena diberikan kepada perusahaan yang masih memiliki piutang iuran tetap dan royalti yang outstanding.

Tak hanya itu, BPK menyebut masih terdapat IUP yang sudah diblokir namun masih mendapat pelayanan perizinan atau melakukan pembayaran royalti dan iuran tetap.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper