Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pariwisata menjalin mitra dengan pemilik restoran Indonesia di luar negeri. Hal ini sebagai upaya pemerintah untuk mengenalkan kuliner Indonesia di luar negeri.
Ketua Tim Percepatan Wisata Belanja dan Kuliner Kemenpar Vita Datau Messakh mengatakan saat inia total jumlah restoran Indonesia yang ada di luar negeri ada sebanyak 500 restoran.
Dari keseluruhan tersebut sudah ada 250 restoran yang dikurasi oleh tim percepatan. Sedangkan yang sudah dilakukan co-branding menjadi restoran Wonderful Indonesia sudah ada 100 restoran pada 2018.
“Restoran kita di luar negeri itu kita punya list sekitar 500, tapi yang sudah dikurasikan oleh tim percepatan 250 dan yang sudah dibranding menjadi restoran Wonderful Indonesia itu ada 100, itu tahun 2018. Nah tahun ini kita lebih banyak menggunakan aktivasinya bagaimana kita mempromosikan pariwisata dengan restoran-restoran itu. Contohnya, Januari 2020 kita akan gunakan restoran-restoran kita yang ada di Belanda dan sekitarnya untuk ikut pameran tourism terbesar di Utrecht di Belanda. Jadi kami libatkan mereka, dari pada kami kirim chef, itu kan cost juga. Jadi banyak banget dengan kita bermitra, satu kita menghargai mereka yang sudah berjuang untuk mempromosikan makanan Indonesia disatu sisi kita menghemat anggaran,”kata Vita, Selasa (17/9/2019).
Terkait industri kuliner di Indonesia, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa kuliner di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Singapura.
Arief mengatakan, setidaknya ada beberapa tantangan yang membuat kuliner Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga.
Pertama, Indonesia tidak memiliki national food. Menurutnya, problem of plenty menjadi alasan mengapa Indonesia belum memiliki national food.
“Untuk wisatawan nusantara kita kuliner dan belanja sudah bagus. Nah masalahnya di wisman, kita gak punya national food. Jadi, kami tetapkan 5 national food yaitu soto, rendang, sate, nasi goreng, gado-gado, itu kalau dari Kementerian Pariwisata. Kalau dari Bekraf, mereka menetapkan soto sebagai national food.”
Problem kedua adalah tidak adanya destinasi wisata kuliner. Dalam hal ini dia mengatakan seringkali wisatawan mancanegara merasa bingung jika ingin mencari destinasi kuliner di Indonesia.
Tantangan ketiga adalah Indonesia tidak memiliki restoran di luar negeri. Dia mencontohkan, seperti di Thailand, jika ada yang ingin membuka restoran Thailand maka pemerintahnya akan memberikan softloan senilai US$100 juta.
“Kita gak punya anggaran seperti itu,” katanya. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal itu, Kemenpar melakukan co-branding terhadap restoran Indonesia yang ada di luar negeri.