Bisnis.com, JAKARTA Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai pembiayaan pembangunan smelter seharusnya tidak hanya bersumber dari insentif ekspor yang diberikan pemerintah sejak 2017.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan rekomendasi ekspor bijih nikel hanya bersifat bonus dari kesungguhan penambang untuk membangun smelter. Seharusnya, dalam rencana pembangunan smelter, modal utamanya bukan bersumber dari keuntungan ekspor.
Menurutnya, apabila dana membangun smelter hanya bersumber dari kegiatan ekspor, tidak akan cukup. Apalagi, jika pabrik yang dibangun menggunakan electric furnace yang biaya investasinya lebih besar daripada blast furnace.
"Saya dari awal 2017 mengayakan pembangunan smelter tidak bisa dibiayai dari hasil ekspor. Kalau hanya mengandalkan ekspor, tidak terbangun," katanya, Senin (2/9/2019).
Adapun dari 25 smelter yang sedang konstruksi saat ini, beberapa di antaranya memulai membangun smelter tanpa pernah melakukan ekspor bijih nikel sebelumnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan percepatan larangan ekspor bijih nikel dari 2022 ke 2019 akan merugikan investasi smelter yang sedang dalam proses pembangunan senilai Rp50 triliun.
Baca Juga
Menurutnya, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melakukan pembangunan smelter tersebut mendapatkan modal dari kegiatan ekspor yang rekomendasinya dibuka sejak 2017.