Bisnis.com, JAKARTA — Perkembangan infrastruktur dan transportasi yang terus berajalan membuat pengembangan kota masa depan makin memungkinkan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa untuk merevisi suatu kota memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Atect & Founder of SHAU Rotterdam Daliana Suryawinata mengatakan bahwa Jakarta sedang menuju untuk menjadi kota masa depan, tetapi masih diperlukan waktu sekitar 20 tahun—50 tahun untuk mewujudkan impian tersebut.
“Jakarta ke depannya bayangannya gimana sih? Tenggelam lah, macet, polusi, padat penduduk. Terus goal-nya apa? Ya kebalikannya kan. Apa yang harus dilakukan ya, lihat dulu 50 tahun ke belakang dan ke depan. Apa saja langkah-langkah yang harus diambil,” kata Daliana dalam Indonesian Diaspora Network Global, Sabtu (10/8/2019).
Menurutnya, merevisi suatu kota adalah masalah yang kompleks sehingga diperlukan peran dari seluruh pihak mulai dari pemangku kepentingan hingga pemerintah untuk bisa mewujudkannya.
“Jadi, kita musti memikirkan ke depan bagaimana model kreatifnya, peran semua pihak, stakeholder mulai dari developer, arsitek, desainer, dan pemerintah untuk memikirkan harus seperti apa untuk membentuk future cities.”
Daliana menyebutkan bahwa yang menjadi tantangan dalam pengembanan kota masa depan adalah berpikir pendek, padahal pengembangan dan revisi suatu kota merupakan pengembangan jangka panjang.
Baca Juga
“Pengembangan kota itu long term planning, bukan buat kita, melainkan buat anak cucu kita. Untuk merevisi suatu kota itu butuh waktu paling sebentar 20 tahun,” katanya.
Tantangan selanjutnya, menurut Daliana, adalah untuk menyediakan sesuatu yang baru bagi pasar. Daliana menyebutkan bahwa saat ini baik pengembang dan pemerintah tidak bisa terus-terusan menuruti maunya pasar.
“Kalau tidak ada inovasi, maunya menuruti pasar saja ya, tidak akan ada perkembangan tidak akan ada sesuatu yang baru juga. Misalnya, orang penginnya investasi ya, di rumah yang besar, padahal bisa kok invest di rumah yang sederhana, bisa mengubah perilaku, itu kan ada benefit-nya dan pasar enggak tahu karena the product doesn’t exist,” jelasnya.