Bisnis.com, JAKARTA Ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) berpotensi turun di tengah rencana penerapan bea masuk anti-dumping oleh Uni Eropa terhadap biodiesel. Hal ini turut dipengaruhi tren penurunan ekspor CPO ke India yang merupakan pasar utama lantaran tarif impor yang lebih tinggi dibanding Malaysia.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta menilai Indonesia masih berpeluang untuk mengamankan volume ekspor di atas 30 juta ton pada 2019 ini.
"Kalau pola masih sama, bisa di atas 30 juta, tapi pola ini diganggu dengan Uni Eropa. Kalaupun berkurang, konsumsi CPO Eropa sendiri 60 persen untuk makanan, [potensi] berkurangnya sebesar penurunan biofuel,” ujar Lakshmi di sela-sela diskusi soal sawit berkelanjutan di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Perlu diingat, tutur Lakshmi, ada kenaikan ekspor ke China dan pasar-pasar baru yang tengah diupayakan oleh pihaknya. Selain itu, meskipun ekspor ke India sempat turun, ada keinginan dari negara tersebut untuk menyamakan tarif impor dengan malaysia.
Data ekspor terbaru yang dirilis Gapki memang memperlihatkan pertumbuhan ekspor CPO selama semester I/2019 ke China yang naik 39 persen menjadi 2,54 juta ton secara tahunan.
Naiknya permintaan dari China, menurut keterangan Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono, merupakan salah satu dampak dari perang dagang dengan Amerika Serikat yang menyebabkan turunnya pembelian kedelai secara signifikan dan menggantikan kebutuhan mereka dengan minyak sawit.
Baca Juga
Sementara secara keseluruhan, ekspor CPO Indonesia, termasuk biodiesel dan oleochemical, Sepanjang Januari-Juni cenderung tumbuh tak maksimal, hanya 10 persen dari 15,30 juta ton pada 2018 menjadi 16,84 juta ton pada tahun ini.
Meski dibayangi penurunan ekspor, Lakshmi menuturkan masih ada peluang peningkatan serapan dalam negeri lewat program percepatan biodiesel berkadar 20 persen bahan bakar nabati (B20) menjadi B30 dan pemanfaatan biofuel untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) oleh PT PLN (Persero) yang ia sebut bisa menyerap CPO di kisaran volume 6-9 juta ton.
"Penyerapan di dalam negeri semestinya terkontrol karena tidak banyak intruder seperti ketika mengandalkan ekspor," tuturnya.