Bisnis.com, JAKARTA Langkah Indonesia untuk meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) ke Argentina harus dihadapkan dengan sejumlah tantangan mengingat status negara tersebut sebagai produsen minyak nabati.
Kendati demikian, target untuk memasok 20 persen dari total impor CPO Argentina dinilai cukup realistis jika melihat potensi perdagangan kedua negara.
"Banyak potensi perdagangan antara kedua negara yang belum kita manfaatkan untuk ekspor, istilahnya untapped potential-nya tinggi. Potensi untuk meningkatkan ekspor CPO ke Argentina tergolong tinggi dan 20 persen itu sebetulnya angka yang tidak terlalu agresif bila kita menghitung ekspor CPO dan turunannya," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi Bisnis, Selasa (6/8/2019).
Shinta mencatat sepanjang 2018, nilai transaksi impor CPO asal Indonesia yang dilakukan Argentina baru menyentuh angka US$2 juta. Padahal, total impor minyak nabat negara tersebut tahun lalu mencapai angka US$92,5 juta.
"Sebenarnya masih banyak ruang untuk tumbuh. Apalagi jika kita menargetkan untuk mengekspor produk-produk turunan CPO seperti sabun, kosmetik, fatty acid, produk oleochemical, dan lainnya," papar Shinta.
Opsi ekspor produk turunan ini, lanjut Shinta, merupakan celah yang bisa digunakan Indonesia untuk menyiasati kemungkinan pengenaan hambatan perdagangan. Pasalnya, minyak nabati asal kelapa sawit yang diproduksi Indonesia merupakan pesaing langsung bagi Argentina dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya yang juga memproduksi produk serupa.
Baca Juga
Untuk Argentina, negara tersebut tercatat mengekspor minyak nabati dengan nilai US$3,9 miliar ke seluruh dunia pada 2018, lebih rendah dibanding Indonesia yang menorehkan angka US$17,89 miliar lewat ekspor CPO.
"Jadi, jangan hanya satu jenis barang tapi berbagai macam turunan CPO. Agar kita tidak mudah terkena mekanisme trade defense seperti safeguard, anti-dumping atau anti-subsidy yang rentan dikenakan pada CPO kita," sambungnya.
Terkait permasalahan daya saing, Shinta mengutarakan Indonesia perlu memastikan produk kelapa sawit dalam negeri bisa dihasilkan seefisien mungkin, terutama dalam hal transportasi sehingga ke depannya bisa bersaing dengan minyak nabati lokal.
"Indonesia dan Argentina sama-sama terkena tuduhan dumping dari Uni Eropa untuk biodiesel. Negara tersebut juga gudang jagung dunia yang juga diolah menjadi minyak nabati dan biofuel yang diekspor ke berbagai negara. Kuncinya, CPO kita harus bisa bersaing dengan produk mereka," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Joko Supriyono menilai realisasi perluasan ekspor CPO ke Argentina memiliki potensi yang kecil mengingat jarak negara tersebut yang terlampau jauh dibanding mitra tradisional lainnya. Selain itu, dari segi persaingan Joko berpendapat CPO Indonesia masih sulit bersaing dengan minyak kedelai yang diproduksi negara Amerika Latin.
Indonesia pun ia sebut perlu menganalisis pasar Argentina terlebih dahulu jika menargetkan perluasan ekspor. "Jarak Indonesia ke sana terlalu jauh dan kalah kompetitif dibanding minyak kedelai asal Amerika Latin. Kalau sesama sawit kita juga kalah dibanding Kolombia," tutur Joko.