Bisnis.com, JAKARTA–Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan harga cabai dan beras pada semester II 2019 ini.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) baru saja mengadakan rapat pada Rabu (10/7/2019) dan diputuskan bahwa musim kemarau perlu diantisipasi.
Rusli mengatakan harga cabai perlu diantisipasi lonjakannya karena komoditas tersebut mudah mengalami pembusukan saat proses distribusi dari wilayah produksi ke wilayah tujuan.
Padahal, komoditas tersebut sesungguhnya sangat melimpah produksinya saat musim kemarau.
Hal ini timbul karena produksi cabai hanya terpusat di beberapa titik tertentu, sedangkan permintaannya cenderung tersebar di berbagai wilayah.
"Produksinya dimana dan kebutuhannya dimana, sehingga kalau jarak distribusinya jauh maka kebusukannya juga tinggi," ujar Rusli kepada Bisnis, Rabu (10/7/2019).
Baca Juga
Terkait dengan beras, Rusli mengatakan Perum Bulog tetap perlu mengantisipasi kekeringan yang kemungkinan terjadi di beberapa daerah.
"Bulog perlu koordinasi dengan BMKG untuk mengantisipasi kekeringan dan memutuskan apakah perlu impor atau tidak," kata Rusli.
Dengan keadaan ini, Rusli tetap memprediksi angka inflasi 2019 tidak akan menyentuh batas 3,5%, meski diprediksi tetap menyentuh angka 3%.
Hal ini karena bulan Ramadan sudah terlewati sehingga tidak akan ada lonjakan permintaan yang signifikan hingga akhir tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi kelompok bahan pangan per Juni 2019 mencapai 4,97% year-to-date (ytd), sedangkan tingkat inflasi secara umum berada di angka 2,05% (ytd).
Pada Juni 2019, komoditas bahan pangan yang memiliki andil terbesar terhadap inflasi adalah cabai merah dengan sumbangsih mencapai 0,2%.
Secara month-to-month (mtm) kelompok bahan pangan pada Juni 2019 mengalami inflasi sebesar 1,63%.