Bisnis.com, JAKARTA — India telah menginisiasi penyelidikannya terhadap dugaan dumping atas produk canai lantaian dari baja nirkarat (stainless steel) asal Indonesia sejak 3 Juli 2019.
Hal itu terungkap dalam keterangan resmi dari Direktorat Jenderal Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan dan Industri India.
Menurut klaim Pemerintah India, Indonesia termasuk salah satu dari 15 negara yang diduga oleh India menerapkan kebijakan serupa terhadap komoditas tersebut.
Negara-negara lainnya a.l. China, Korea Selatan, Uni Eropa, Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, Thailand, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, Hong Kong, Singapura, Meksiko, Vietnam dan Malaysia. Berdasarkan surat notifikasi pemeriksaan dugaan dumping oleh negara mitra yang dirilis India pada 3 Juli tersebut, praktik dumping tersebut dinilai menjadi biang keladi tertekannya industri baja nirkarat domestik.
Tindak pemeriksaan tersebut didasarkan oleh permohonan dari Asosiasi Industri Baja Nirkarat India, serta beberapa perusahaan seperti Jindal Stainless, Jindal Stainless (Hisar) dan Jindal Stainless Steelway.
"Otoritas dalam hal ini memulai penyelidikan atas dugaan dumping produk tersebut karena adanya indikasi dampak negatif terhadap industri baja nirkarat di dalam negeri," ujar Direktur Jenderal Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan dan Industri India Sunil Kumar, seperti dikutip Selasa (9/7/2019).
Sunil mengatakan India memberikan waktu 40 hari sejak notifikasi tersebut diterbitkan pada 3 Juli 2019, kepada pihak terkait untuk memberikan tanggapan, sebelum otoritasnya melaksanakan investigasi yang lebih dalam.
Tindakan perlindungan perdagangan India terhadap produk besi dan baja asal Indonesia ini tercatat menjadi yang kedua kali dilakukan pada tahun ini. Sebelumnya, Pada Februari 2019, India berencana mengenakan bea masuk tambahan untuk impor produk besi dan baja asal RI.
Ekonom Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, instrumen antidumping menjadi kebijakan perlidungan perdagangan yang paling banyak dilakukan India dalam beberapa tahun terakhir.
Dia menduga, India memberlakukan tindakan perlindungan perdagangan lantaran industri baja negara tersebut sedang terpuruk karena kalah dengan produk serupa dari China di pasar global.
“Di sisi lain, bisa jadi praktik tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya mengurangi defisit neraca perdagangan India yang cukup besar dengan Indonesia. Pada tahun lalu, defisit neraca perdagangan India terhadap Indonesia mencapai US$8,7 miliar," ujarnya.
Untuk itu, dia meminta perusahaan produsen canai lantaian dari baja nirkarat Indonesia dan pemerintah menyiapkan studi mengenai pembentukan harga komoditas tersebut di Tanah Air. Hal itu dibutuhkan untuk menyiapkan pembelaan kepada India, apabila negara tersebut akhirnya memberlakukan BMAD.
“Kita kalau tidak agresif untuk melakukan pembelaan terhadap praktik perlindungan perdagangan, kita akan terus dikenai kebijakan serupa oleh India. Sebab India sangat paham penerapan BMAD diperbolehkan oleh WTO,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Indonesia Pradyawati mengatakan, pemerintah akan mengajak perusahaan terkait untuk kooperatif dalam proses investigasi yang dilakukan India tersebut. Hal itu dilakukan agar Indonesia dapat menjaga peluang agar tidak dikenakan BMAD oleh negara tersebut.
“Kita akan all out untuk setiap tahapan pemeriksaan tersebut. Kita akan siapkan data-data terkait dari produsen dalam negeri kita, untuk memberikan masukan terhadap setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh India,” ujarnya.
Namun demikian, dia menegaskan, Indonesia sulit untuk melawan secara tegas tindakan pengamanan perdagangan yang dilakukan India tersebut. Pasalnya, tuduhan dumping tersebut harus dibuktikan secara cermat dengan melihat biaya produksi dan harga barang ketika diekspor secara mendetail.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari—Mei 2019, nilai ekspor canai lantaian dari baja nirkarat asal Indonesia menuju India mencapai US$31,83 juta. Nilai tersebut melonjak 285,18% dari periode yang sama pada 2018, yang mencapai US$3,81 juta.