Bisnis.com, JAKARTA -- Kebijakan relaksasi Giro Wajib Minimum dari 6,5 persen menjadi 6 persen dari Bank Indonesia per 1 Juli 2019 diyakini bakal memberi sentimen positif bagi laju pertumbuhan kredit.
Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah mengatakan relaksasi Giro Wajib Minimum (GWM) dari Bank Indonesia (BI) akan membantu mendorong pertumbuhan kredit bagi sektor riil.
"Dengan adanya relaksasi GWM ini saya meyakini pertumbuhan kredit akan bisa mencapai kisaran 10-12 persen," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (5/7/2019).
Piter mengaku sepakat dengan langkah bank sentral untuk mengutamakan relaksasi GWM ketimbang menurunkan suku bunga acuan. Dia berpendapat BI sebenarnya berniat menurunkan suku bunga.
Baca Juga
Namun, menurut Piter, langkah tersebut riskan bagi nilai tukar rupiah.
"Di sisi lain, BI juga punya banyak instrumen melonggarkan likuiditas termasuk dengan merelaksasi GWM," sambungnya.
Oleh sebab itu, kebijakan relaksasi ini dipandang lebih efektif melonggarkan likuiditas perbankan dan mendorong pertumbuhan kredit dibandingkan penurunan suku bunga acuan. Kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian serta defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) yang masih lebar menjadi alasan sebaiknya suku bunga acuan tidak diturunkan.
"Saya yakin BI belum tentu akan menurunkan suku bunga kecuali bila The Fed sudah menurunkan suku bunga," lanjut Piter.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis dengan diturunkannya GWM sebesar 50 basis poin (bps), akan ada multiplier effect menambah likuiditas hingga Rp100 triliun.
"Ini ada tambahan Rp25 triliun. Nanti bank salurkan kredit, akan masuk lagi bank salurkan kredit lagi. Ini berputar terus. Kalau hitung rumus angka, lipat gandakan uang, multiplier itu bisa bertambah Rp100 triliun," ucapnya di Kompleks BI.