Bisnis.com, JAKARTA—Bank sentral perlu berhati-hati dalam memutuskan penurunan suku bunga ke depannya. Pasalnya, ketergantungan stabilitas ekonomi dalam negeri terhadap transaksi finansial di dalam neraca pembayaran cukup tinggi.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menuturkan tekanan untuk menurunkan suku bunga menjadi dilematis pada saat ini karena Indonesia masih berebut likuiditas di pasar.
"Selain melihat makroekonomi dan stabilitas, pasar melihat risk appetite, proyeksi jangka panjang dan insentif. Menurut pandangan saya, dengan situasi kita saat ini dan current account yang defisit, perlu dikalkulasi dengan matang penurunan suku bunga itu," tegas Arif, Kamis (27/06/2019).
Dia mengakui penurunan suku bunga memang akan mendukung pertumbuhan sektor riil di dalam negeri, tetapi di sisi lain menimbulkan tekanan. Stabilitas ekonomi Indonesia masih membutuhkan likuiditas dari luar negeri untuk membiayai defisit di sisi transaksi berjalan.
Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuannya di level 6% pada Juni ini. Padahal, bank sentral telah berkali-kali mengakui ruang penurunan terbuka lebar seiring dengan inflasi yang terjaga rendah dan pertumbuhan perekonomian domestik yang membutuhkan penguatan.
Keputusan menahan 7-Day Reverse Repo Rate (7-DRRR) dapat dipastikan karena BI tengah menunggu hasil pertemuan G-20 yang meliputi pertemuan antara China dan AS terkait dengan kepastian resolusi perang dagang antar kedua negara tersebut.