Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi PDB Dipangkas, Faktor Eksternal dan Domestik Dinilai Lemah

Perang dagang AS-China dan daya beli masyarakat yang kurang kuat dinilai akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019.
Suasana di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat
Suasana di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank  Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di angka 5,1 persen pada 2019, atau lebih rendah dibandingkan perkiraan pada akhir tahun lalu yang sebesar 5,2 persen.
 
Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Alexander Sugandi mengatakan faktor eksternal berupa melambatnya pertumbuhan ekonomi global, di antaranya karena perang dagang AS-China, memang menekan kinerja ekspor Indonesia, terutama ekspor ke Negeri Panda.
 
Tetapi,  faktor domestik berupa masih stagnannya pertumbuhan konsumsi dan investasi  juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tertahan di kisaran 5 persen.
 
"Saya juga cenderung melihat pertumbuhan ekonomi akan ada di 5,1 persen tahun ini, atau setidaknya dalam range 5-5,2 persen, tapi lebih ke downside," paparnya, Senin (1/7/2019).
 
Eric menjelaskan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tertekan diakibatkan masih belum adanya perbaikan yang kuat pada daya beli masyarakat. Perbaikan daya beli masyarakat selama ini masih kurang sustainable
 
Penambahan pendapatan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk PNS dan pendapatan untuk pekerja proyek-proyek pemerintah  tidak berkesinambungan dan hanya diperoleh untuk waktu yang singkat.
 
Sementara itu, walau inflasi relatif terkendali, tapi perlu diingat bahwa inflasi mengukur perubahan tingkat harga-harga umum. Untuk mengukur daya beli masyarakat, yang mesti dilihat adalah tingkat harga.
 
Di satu sisi, investasi juga masih belum tumbuh cukup kuat untuk bisa membawa pertumbuhan ekon lebih tinggi dari kisaran 5-5,2 persen pada 2019.
 
"Walau pemerintah sudah menggulirkan paket-paket kebijakan, tapi investor juga belum menambah investasi secara agresif jika kondisi demand untuk produk-produk mereka belum tumbuh kuat," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper