Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membantah pernyataan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya atas keberadaan piutang kepada pemerintah senilai US$138,23 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun
Piutang tersebut merupakan cost recoverable atau biaya yang dapat diganti atas pengelolaan wilayah kerja Brantas.
Dalam keterangan resmi perusahaan, piutang tersebut telah diverifikasi SKK Migas sebagai biaya yang dapat diganti pada September tahun lalu, sesuai dengan surat No SRT-SKKMA0000/2018/84 tanggal 10 September 2018.
Atas pernyataan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher menampik hal tersebut.
Menurutnya, hal ini bukan piutang Lapindo ke Pemerintah, namun unrecovered cost atas biaya investasi yg belum dikembalikan sesuai mekanisme kontrak (PSC) WK Brantas.
"Atas unrecover cost tersebut masih subject to be audit, dan hanya bisa dibayarkan dari hasil operasi dengan jangka waktu sesuai kontrak WK Brantas," tuturnya, Rabu (26/6/2019).
Unrecovered cost merupakan biaya yang terjadi pada masa eksploitasi dan sisa biaya yang belum digantikan. Peraturan soal penggantian biaya yang terjadi pada masa eksploitasi ini, dijelaskan dalam kontrak kerja sama.
Dikatakan, mekanisme pembayaran unrecovered cost itu terjadi sepanjang ada produksi dari wilayah kerja tertentu dengan dibatasi jangka waktu kontrak WK atas pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk membayar biaya tersebut.
"Mekanisme nya, sepanjang ada produksi dari WK tersebut dengan dibatasi jangka waktu WK, atas pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk bayar unrecover cost, yang nilainya akan subject to be audit," tambahnya.
Menurut keterangan resmi yang ditandatangani oleh Presiden Direktur Lapimdo Brantas Inc Faruq Adi Nugroho, piutang kepada pemerintah tersebut sudah diketahui oleh BPKP pada saat melalukan special audit terhadap pembukuan Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya pada Juni 2018.