Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri kehutanan menilai bahwa skema kemitraan kehutanan perhutanan sosial selain dapat meningkatkan nilai ekonomi masyarakat juga berpeluang menjadi skala bisnis komersial untuk memperkuat cash flow pemegang izin dalam masa menunggu hasil panen kayu pada umur 5 – 6 tahun.
Purwadi Soeprihanto, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia menjelaskan, skema Perhutanan Sosial khususnya Kemitraan Kehutanan, skemanya berbeda dengan bentuk Perhutanan Sosial lainnya karena tidak diberikan dalam bentuk izin, tetapi berupa Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) di areal Pemegang Izin dengan Masyarakat.
Menurut data Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 11 Juni 2019, realisasi skema Perhutanan Sosial mencapai 3,09 juta hektare di mana skema Kulin KK telah mencapai 282.733 hektare atau sekitar 9,15 persen dari total realisasi Perhutanan Sosial.
Purwadi mengatakan program perhutanan sosial dalam bentuk Kemitraan Kehutanan bisa dipacu lebih progresif karena sudah ada izin pengelolaan atau izin pemanfaatan dalam kawasan hutan.
"Ambil contoh, dalam areal izin Hutan Tanaman Industri [HTI] sampai dengan Desember 2018 luasnya mencapai 11,44 juta hektare, terdapat areal seluas 20% atau sekitar 2,29 juta hektare yang menjadi alokasi Tanaman Kehidupan, dan potensial untuk dimitrakan dengan masyarakat," kata Purwadi kepada Bisnis, baru-baru ini.
Selain itu, skema kemitraan masyarakat di areal Hutan Tanaman Industri juga dinilai dapat menuntaskan konflik agraria atau tenurial di areal konsesi karena konflik lahan kerap dianggap sebagai faktor kendala dominan dalam pengembangan Hutan Tanaman Industri.
Baca Juga
Purwadi melanjutkan, perlu beberapa langkah strategis untuk mendorong percepatan Kemitraan Kehutanan, dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan hutan tanaman industri bersama dengan masyarakat.
"Pertama, fleksibilitas dalam budidaya agroforestri," ungkapnya.
Dia menjelaskan secara sederhana, sistem agroforestri dimaknai sebagai pendekatan budidaya campuran tanaman berkayu dan tanaman semusim.
Agar dapat dikelola dalam skala usaha yang komersial, terminologi areal Tanaman Kehidupan dan Tanaman Pokok yang selama ini menjadi bagian dari tata ruang Hutan Tanaman Industri, sebaiknya diperluas menjadi Areal Tanaman Budidaya, dengan persentase 20% dialokasikan sebagai Areal Kemitraan Kehutanan.
"Dengan demikian, sepanjang hasil hutan kayu tetap menjadi prioritas dan tujuan utama HTI, penetapan pola budidaya dalam sistem agroforestri, misalnya dengan dengan pola jalur atau blok, diberikan keleluasan sepenuhnya sesuai dengan kondisi tapak," lanjutnya.