Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi rekomendasi Kementerian Pertanian untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan data dan riset serta pengembangan guna meningkatkan performa sektor pertanian nasional.
Anggota IV BPK RI, Rizal Djalil menilai perbaikan data pertanian merupakan hal penting karena erat kaitannya dengan proses pengambilan kebijakan Kementerian Pertanian.
“Dana untuk memperbaiki data pertanian dalam arti luas termasuk data untuk menetapkan subsidi pupuk, jumlah yang akan menerima, luas lahan, luas panen dan data pertimbangan lainnya itu kita tingkatkan lagi,” kata Rizal dalam konferensi pers di kantor Kementan, Selasa (11/6/2019).
Rizal pun tak mempermasalahkan jika investasi anggaran di pos perbaikan data pertanian dinaikkan. Ia menilai hal tersebut dapat mengurai polemik jumlah impor produk pertanian. Dengan demikian, ke depannya kebijakan penyediaan kebutuhan pangan benar-benar berangkat dari data Kementan, bukan dari kementerian lain.
“Sampai saat ini data sudah baik, tapi kita perlu perbarui dengan teknologi yang lebih maju. Tak masalah jika investasinya besar untuk itu sehingga putusan yang kita ambil itu benar benar berasal dari data Kementan bukan dari kementerian lain. Dan kalau ada impor yang tanda tangan menteri yang bertanggung jawab, menteri pertanian. Kalau tidak ada sebaiknya ditunda saja [impornya] karena Kementan yang mendapat amanah konstitusi untuk menetapkan apakah barang itu ada atau tidak,” ujar Rizal.
Perbedaan data sejumlah instansi pemerintah soal data komoditas pertanian memang masih menjadi sorotan. Pada penghujung 2018 lalu, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) sempat mengajukan petisi kepada Ombudsman RI soal ketidaksesuaian data yang dirilis kementerian yang dipimpin Andi Amran Sulaiman itu.
Salah satu contoh ketidaksesuaian tersebut adalah perbedaan angka produksi beras Kementan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan estimasi dari Kementan yang jauh lebih tinggi. Pada 2018, Kementan merilis data produksi beras mencapai 46,5 juta ton, sementara data BPS menyebutkan bahwa produksi beras hanya berjumlah 32,42 juta ton.
Selain merekomendasikan peningkatan dana untuk perbaikan data, Rizal juga menyebutkan perlunya penambahan anggaran untuk riset dan pengembangan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian. Dengan demikian, produk Indonesia bisa bersaing dengan negara lain.
“Ke depan kita akan menghadapi persaingan global yang ketat. Terutama dengan negara tetangga seperti Thailand. Dia melangkah lebih maju dan produk pertanian mereka bisa kita temukan di Mekkah, Jeddah, Eropa dan sebagainya,” papar Rizal.
Rekomendasi BPK disampaikan menyusul kembali diterimanya opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh Kementan untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2018. Dengan diterimanya opini WTP ini, Kementan dinilai telah melakukan pengelolaan anggaran secara akuntabel dengan standar akuntansi pemerintah.
Berdasarkan laporan keuangan Kementan, dari total anggaran sebesar Rp24,38 triliun sepanjang 2018, jumlah yang berhasil direalisasikan mencapai Rp21,84 triliun atau sekitar 89,5%.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengklaim pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi dari BPK. Salah satu langkah yang telah diambil adalah modernisasi pertanian tradisional.
“Rekomendasi BPK kami sudah tindak lanjuti. Terutama teknologi, Itu sangat penting. Tidak mungkin bisa bersaing dengan negara lain tanpa teknologi. Kami melakukan transformasi sejak awal dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern,” kata Amran.