Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang Ekspor CPO ke China Terbuka di Tengah Perang Dagang

Namun, ada tekanan baru bagi harga CPO global akibat perang dagang.
Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia./Reuters-Samsul Said
Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia./Reuters-Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berpeluang mengapalkan lebih banyak minyak kelapa sawit mentah ke China karena eskalasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Di sisi lain, perang dagang antara kedua ekonomi terbesar dunia tersebut juga menekan harga CPO di pasar komoditas.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono melihat terdapat peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya ke China di tengah makin memanasnya perang dagang.

Kebijakan China yang menerapkan bea masuk tambahan kepada produk kedelai dan minyak kedelai dari AS akan membuat kondisi itu diperkuat oleh kebijakan China yang ingin mengalihkan konsumsi energi fosil menuju energi terbarukan.

“Terdapat potensi, China mencari substitusi minyak kedelai yang mereka batasi impornya dari AS. Namun, kami perlu dalami seberapa besar potensinya nanti. Menurut kami, kondisi yang terjadi karena perang dagang ini menjadi peluang bagi kami” jelas Joko.

Namun, dia melihat adanya tekanan baru bagi harga CPO global akibat perang dagang. Dia mengatakan, menurunnya permintaan kedelai China dari AS akan menciptakan kelebihan pasokan kedelai global sehingga harga kedelai tertekan.

Tertekannya harga kedelai akan berdampak pada harga CPO yang berpotensi turut tertekan. Pasalnya, kelebihan pasokan minyak kedelai akan membuat stok minyak nabati dunia meningkat. Harga CPO saat ini sudah berada pada level yang rendah dan berpeluang makin tertekan akibat perang dagang.

Beberapa pekan terakhir, AS dan China makin agresif melakukan aksi saling balas penerapan bea masuk yang tinggi untuk komoditas impor dari kedua negara. AS mengenakan bea masuk hingga 25% terhadap 5.700 barang—termasuk produk konsumsi—dari China, yang akan berlaku pada 1 Juni 2019. Sebaliknya, China mengenakan tarif impor tambahan atas produk komponen teknologi, industri, gandum, kacang tanah, gula, dan buah beri dari AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper