Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memutuskan untuk mengevaluasi tarif batas atas penerbangan kelas ekonomi sebagai respons masih tingginya harga tiket pesawat udara domestik menjelang Lebaran 2019.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, keputusan itu diambil dalam Rapat Koordinasi Kebijakan Tiket Pesawat Udara yang dipimpin Menko Perekonomian Darmin Nasution, dan dihadiri Menteri BUMN Rini Soemarno, serta jajaran direksi Garuda Indonesia.
Menurutnya, regulasi tarif batas atas penerbangan kelas ekonomi akan diturunkan dalam waktu sepekan mendatang.
“Hasil rapatnya, akan dievaluasi tarif batas atasnya. Saya diberi waktu seminggu untuk menetapkan batas atas baru, untuk penerbangan kelas ekonomi,” kata Menhub, Senin (6/5/2019).
Budi Karya menyatakan bahwa penurunan tarif batas atas itu mempertimbangkan daya beli masyarakat seperti yang tercantum dalam Pasal 127 Undang-Undang No. 1/2009 tentang Penerbangan.
Dalam Pasal 127 ayat (2) berbunyi bahwa tarif batas atas penumpang kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen dan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dari persaingan tidak sehat.
Menhub berharap agar penurunan tarif batas atas tersebut bisa menurunkan harga tiket pesawat udara kelas ekonomi yang sudah melambung tinggi menjelang Ramadan.
“Logikanya, kalau batas atas saya tetapkan 85% atau 90%, artinya penerbangan yang full service itu hanya bisa menetapkan tarif sebesar 85%. Dan dalam persaingan, biasanya penerbangan yang lain akan menetapkan di bawah itu. Jadi, paling tidak akan ada penurunan,” tuturnya.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana Banguningsih Pramesti berjanji akan berusaha menurunkan tarif batas atas penerbangan ekonomi dalam negeri pada saat Ramadan atau sebelum Lebaran tahun ini.
Namun, dia menegaskan penurunan tarif itu tidak bisa sembarangan, karena harus ada parameter atau asumsi yang jelas untuk dibahas bersama dengan pemangku kepentingan di penerbangan.
“Insyaallah menjelang Lebaran, TBA [tarif batas atasnya] bisa turun,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa turut campur dalam hal penentuan harga tiket pesawat udara yang dilakukan maskapai berjadwal. Kemenhub hanya bisa ada campur tangan mengatur tarif batas bawah dan tarif batas atas.
“Pemerintah tidak bisa mengatur harga tiket, karena sudah diatur dalam undang-undang Penerbangan, baik untuk tarif batas bawahnya maupun tarif batas atas,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri BUMN Rini M. Soemarno menyatakan bahwa selaku pemegang saham mayoritas PT Garuda Indonesia Tbk. siap mengikuti segala kebijakan yang dikeluarkan oleh regulator penerbangan.
“Kami akan mengikuti dong. Garuda Indonesia kan salah satu pelaku usaha di sektor penerbangan. Kami akan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan,” ujar Rini.
Untuk menyesuaikan dengan rencana penurunan tarif batas atas tersebut, Rini menilai bahwa saat masih ada beberapa biaya pada pos tertentu di Garuda yang bisa diubah.
VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk. Ikhsan Rosan mengatakan bahwa siap mematuhi regulasi yang berlaku termasuk kemungkinan penurunan tarif batas atas yang akan diberlakukan oleh pemerintah.
“Kami harus mengakomodasi arahan regulator. Ketika TBA turun, kami akan mengikuti,” kata Ikhsan.
Dia belum bisa menghitung dampak yang ditimbulkan penurunan TBA terhadap kinerja keuangan perusahaan, khususnya pendapatan. Kendati demikian, emiten berkode GIAA tersebut akan mengoptimalkan pendapatan tambahan (ancillary).
Beberapa usaha yang bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak pendapatan tambahan, yakni fasilitas entertainment pada inflight Wi-Fi, sales on board, hingga optimalisasi bisnis kargo.
Di sisi lain, maskapai juga akan berupaya mengurangi atau meredefinisi struktur biaya operasional. Adapun, yang selama ini sudah dilakukan seperti melakukan renegosiasi nilai sewa pesawat dan lindung nilai (hedging) terhadap harga bahan bakar.
Ketua Bidang Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto menilai pemerintah tidak bisa melakukan intervensi lebih jauh soal penetapan harga tiket.
Menurutnya, penentuan harga tiket, terutama menjelang Lebaran, sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Adapun, komponen pembentuk lain adalah biaya operasional.
“Intervensi pemerintah sudah cukup dengan penetapan TBA [tarif batas atas] untuk melindungi konsumen dan TBB [tarif batas bawah] untuk melindungi maskapai,” kata Bayu.