Bisnis.com, JAKARTA--Tingginya risiko dari sisi keekonomian dan belum utuhnya rantai penghiliran mineral membuat belum banyak penambang yang nyaman untuk membangun smelter.
General Affair Manager PT Smelting Sapto Hadi Prayetno mengatakan sangat memahami apabila perusahaan tambang belum banyak yang mau membangun smelter. Pasalnya, margin di sektor hulu memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan smelter.
Menurutnya, nilai tambah paling besar dalam rantai penghiliran mineral berada di industri hilir yang mengolah kembali produk antara menjadi produk siap pakai. Adapun Smelting melakukan kegiatan pemurnian konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga yang masih tergolong produk antara (intermediate).
"Membangun smelter gak gampang dan banyak hal yang harus dipertimbangan. Value edit mestinya di hilirnya dan nilainya lebih besar," katanya ketika mengunjungi kantor Bisnis Indonesia, Kamis (25/4/2019).
Di sisi lain, tambahnya, penyerapan produk antara oleh industri hilir di dalam negeri masih rendah.
Untuk katoda tembaga, yang saat ini baru diproduksi oleh Smelting, sebesar 60 persen dari produksinya masih diekspor. Sementara 40 persen sisanya hanya diserap oleh lima pembeli di dalam negeri.
Baca Juga
Adapun produksi katoda tembaga Smelting sepanjang tahun lalu sebanyak 242.000 ton di samping produk hasil pemurnian konsentrat tembaga lainnya seperti asam sulfat dan terak tembaga.
"Seharusnya, banyak industri hilir di dalam negeri yang menyerap katoda tembaga. Namun, downstream-nya ini memang belum dikembangkan," ujarnya.