Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Lingkungan Hidup Mengancam pengusaha tambang yang tidak melakukan reklamasi dan rehabilitasi DAS akan dicabut atau tidak diperpanjang izin pinjam pakai kawasan hutan yang dimiliki oleh para pengusaha tersebut.
Sigit Hardwinarto, Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK mengatakan terkait perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan para pengusaha harus memenuhi syarat evaluasi pemenuhan kewajiban IPPKH yang akan dinilai oleh Provinsi.
“Setelah dievaluasi kemudian ditemukan kekurangan dari pemenuhan kewajiban yang harus dilakukan maka pertama akan kami tegur, kalau [tetap tidak dipenuhi] nanti bisa dicabut izin pinjam pakai kawasan hutannya,” jelas Sigit.
Kendati demikian, apabila pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan dinilai belum dapat memenuhi kewajibannya dalam melakukan reklamasi pascamasa berlaku izinnya habis, maka KLHK masih memberikan waktu lima tahun agar pemegang IPPKH tersebut menyelesaikan kewajibannya.
“Tapi kalau tetap bandel ya dicabut [IPPKH-nya],” tegasnya.
Ida Bagus Putera Prathama, Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) KLHK sebelumnya mengatakan sampai pada Maret 2019, KLHK mencatat pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang sudah melaksanakan reklamasi baru sebanyak 37,75 persen dengan total luas reklamasi sekitar 31.351 hektare dari total luas lahan yang telah dibuka seluas 83.467 hektare.
Baca Juga
Kemudian, pelaksanaan rehabilitasi DAS baru mencapai sekitar 50.827 hektare (18,19 persen) dari total luas rehabilitasi DAS seluas 527.984 hektare. Selanjutnya, pelaksanaan reboisasi lahan kompensasi baru mencapai 151,82 hektare (1,39 persen) dari total luas lahan pinjam pakai kawasan hutan yang wajib melakukan reboisasi kompensasi seluas 10.789 hektare.
Sri Rahardjo, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengatakan sebelum melakukan pertambangan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) para pengusaha sudah diwajibkan untuk menyusun rencana reklamasi sesuai dengan amanat PP Nomor 23/2010 tentang reklamasi pascatambang dan PP Nomor 76/2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan.
“Intinya, dokumen perencanaan reklamasi itu kalau sudah disetujui maka itu harus dilakukan secara konsisten oleh pemegang IUP, kalau [pada akhirnya] terjadi perubahan peruntukkan tentu saja rencana reklamasi tersebut dapat direvisi,” tegasnya.
Rahardjo menambahkan bagi pemegang izin usaha pertambangan yang pada arealnya memiliki lubang maka ada dua cara untuk menyelesaikannya yaitu lubang itu ditimbun kembali dengan tanah.
“Selain ditimbun kembali, pada saat belum ditimbun sudah kami himbau untuk dipagari dengan pagar pengaman dan tanda-tanda larangan untuk tidak masuk ke situ,” ujarnya.
Dia menambahkan penyelesaian masalah lubang bekas tambang juga dapat dilakukan dengan cara dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti untuk kepentingan pertanian, dijadikan danau, desa wisata atau untuk pengembangan energi baru terbarukan.
“Bisa digunakan sebagai pembangkit listrik solar panel yang mengapung, jadi di dalam kolam [bekas tambang] tersebut dipasangi pembangkit listrik solar panel yang mengapung dan itu bisa menghasilkan listrik untuk kepentingan masyarakat,” tandasnya.