Bisnis.com, JAKARTA- Indonesia berupaya mengajukan perkuatan kerja sama regional dalam hal penanganan tindak illegal, unreported,unregulated (IUU) fishing.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) Agus Supriyono menyebutkan saat ini telah ada bentuk kesepakatan bersama antara negara-negara anggota Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region (RPOA-IUU).
“Ini kan semacam kesepakatan yang disepakati bersama. Inilah yang mau kita fokuskan ke RPOA nanti di pertemua berikutnya. Ini baru proses kita bargaining,” kata Agus kepada Bisnis, Kamis (11/4/2019).
Dia menjelaskan bahwa sejauh ini, keseriusan terkait pemberantasan IUU fishing oleh negara-negara anggota RPOA masih bersifat sukarela atau voluntary. Ke depan, diharapkan bisa terbentuk suatu komitmen bersama untuk benar-benar memberantas IUU Fishing baik melalui sanksi yang disepakati bersama maupun upaya lainnya.
Seperti diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang mengeluarkan sikap tegas terhadap tindakan penangkapan ikan secara illegal di perairannya. Hal ini terbukti dari sejumlah tindakan tegas termasuk penangkapan kapal asing juga sanksi penenggelaman yang telah dilakukan atas 488 kapal dalam empat tahun tekahir.
Kendati demikian, dalam beberapa bulan tekahir, intensitas kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia tampaknya semakin meningkat. Tak kurang dari 28 kapal ikan berbendera asing telah diadang dan diamankan. Selain itu, ada pula 10 kapal ikan berbendera Indonesia yang turut diamankan.
Direktur Jenderal PSDKP Agus Suherman menyebutkan, semakin banyaknya kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia lantaran sumber daya perikanan Indonesia yang terus meningkat dengan potensi perikanan mencapai 12,5 juta ton. Sementara itu, sumber daya perikanan di negara-negara tetangga jauh berbeda.
Selain itu, diperketatnya pengeluaran ikan dari wilayah Indonesia membuat pasokan ikan ke negara-negara tetangga tidak semelimpah dulu.
“Stok mereka mulai terbatas, kebutuhan pangan makin naik akhirnya terpaksa bagaimana pun juga mengupayakan, Dikira mungkin kita pas nggak jaga, ternyata kita patrol terus,” kata Agus.
Di sisi lain, kendati terus ditingkatkan dari sisi kualitas dan kuantitasnya, kekuatan penjaga perbatasan Indonesia, khususnya di perairan masih belum benar-benar sebanding dengan luasnya wilayah perbatasan Indonesia.
Terkait hal ini, dalam kesempatan berbeda Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut B Pandjaitan menyebutkan penguatan pengawasan di perbatasan Indonesia menjadi penting, khususnya di daerah-daerah yang dikenal kaya ikan seperti Natuna.
“Kita nggak punya ocean going freight guard. Adanya [sepanjang] 105 meter. Tahun ini berharap dapat 138 meter ocean going freight guard yang nanti main di sana,” katanya.
Untuk bisa mengakomodasi kapal tersebut, menurutnya pelabuhan TNI Angkatan Laut yang ada disana masih memerlukan pembenahan.
Selain kapal freight guard, menurutnya, pemerintah juga akan menyiapkan floating storage untuk bahan bakar guna menunjang operasional kapal patroli dan kapal.
Hal ini diperlukan guna memangkas biaya yang harus dikeluarkan jika kapal pengawas dan kapal ikan harus bergerak bolak-balik ke stasiun pengisian bahan bakar terdekat yang ada saat ini.
Keseluruhan program penguatan penjagaan kawasan perikanan di Natuna ini rencananya akan dijalankan pada kuartal III tahun ini.