Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia membidik peluang bisnis dan investasi di Irak dengan mempertimbangkan besarnya potensi pasar di negara itu untuk bisa dioptimalkan pebisnis Tanah Air.
Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan OKI Alwi Shihab mengatakan bahwa pebisnis Indonesia yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah menggelar pertemuan di Baghdad akhir Maret lalu.
"Perwakilan Kadin dan para pengusaha dari Indonesia dan Irak juga melakukan business meeting pada 26 Maret 2019 di Hotel Babylon, Baghdad. Seusai business meeting, perwakilan Kadin Indonesia dan Kadin Irak menandatangani MoU kerja sama antara kedua belah pihak," katanya dalam siaran pers, Jumat (5/4/2019).
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, para pejabat dan pengusaha Irak menjelaskan peluang bisnis yang melimpah dan terusirnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dari Irak.
Situasi di Irak, khususnya Baghdad dan sekitarnya, lanjutnya, telah aman dan terkendali. Lalu lintas kendaraan cukup padat bahkan macet di beberapa lokasi, pasar tradisional dan mall cukup ramai, tempat-tempat bersejarah juga dipenuhi jamaah.
Menurutnya, Irak merupakan pasar yang cukup besar dan menguntungkan bagi produk-produk Indonesia mengingat negara yang pernah dipimpin Sadam Husein tersebut memiliki potensial konsumen (penduduk) sebanyak 38 juta orang dan GDP per-kapita pada 2017 sebesar US$5.165.
"Dari rangkaian pertemuan dengan Presiden, Perdana Menteri dan beberapa Menteri Irak serta business meeting tersebut, telah dibahas berbagai peluang bisnis dengan Irak bagi Indonesia," imbuhnya.
Pertama, pengembangan bisnis hulu migas di Irak, baik melalui optimasi aset existing maupun penambahan aset baru.
Kedua, pengembangan bisnis hilir minyak, yang mana Irak menyatakan minat untuk berinvestasi di kilang minyak internasional, termasuk di Indonesia.
Ketiga, pasokan minyak mentah serta produk hasil olahnnya seperti naphtha dari Irak ke Indonesia oleh beberapa perusahaan, seperti Pertamina group dan Kreasindo Resources Indonesia serta Chandra Asri yang diwakili Elza Syarif Law Office.
Keempat, pembangunan pabrik oli mesin di Irak dengan biaya sepenuhnya oleh perusahaan Irak yang membutuhkan keahlian dan pengalaman perusahaan Indonesia.
Kelima, pembangunan infrastruktur bidang kesehatan, seperti rumah sakit serta enyediaan peralatan medis dan obat-obatan serta tenaga medis, khususnya perawat dari Indonesia.
Keenam, penawaran kerja sama joint venture/joint operation dari BUMN perumahan Irak (Al FAO General Engineering Company kepada WIKA dan Audie Building Company untuk pengerjaan proyek-proyek perumahan dan infrastruktur di sejumlah propinsi di Irak.
Selanjutnya, Alwi menuturkan terbukanya potensi kerja sama antara perusahaa Indonesia dengan pebisnis atau pemerintah Irak.
Beberapa di antaranya, perusahaan ban Gajah Tunggal bekerja sama dengan Al Nakheel Group akan meningkatkan ekspor ban ke Irak melalui agennya di Dubai, Al Safer Company for Trading tertarik untuk membeli tekstil dari PT Laksmi Putra yang diwakili Elza Syarif Law Office, dan Kerja sama antara Eximbank Indonesia/LPEI dengan Trade Bank of Iraq (TBI).
"Perusahaan-perusahaan Irak lainnya juga tertarik untuk membeli kertas, kopi, teh, minyak kelapa sawit dan produk-produk turunannya," jelasnya.
Menurutnya, kehadiran Menteri Perdagangan Irak dan pejabat terkait pada Sidang Komisi Bersama Indonesia – Irak yang diharapkan diselenggarakan dalam waktu dekat setelah tertunda selama 10 tahun.
Dia menilai kunjungan wisatawan religi dari Indonesia ke Irak setelah melaksanakan ibadah umroh mengingat Irak memiliki berbagai tempat bersejarah, seperti makam dan masjid Syekh Abdul Qadir Jaelani, Imam Hanafi, Sayidina Hussein dan Sayidina Ali.
"Selain peluang bisnis di Irak, Presiden dan Perdana Menteri Irak juga menyinggung perlunya kerja sama antara Irak dan Indonesia dalam menghadapi teroris dan kelompok radikal," ucapnya.