Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengusulkan tarif MRT yang dibebankan kepada penumpang itu harus di bawah Rp10.000 sekali jalan berdasarkan kajian willingness to pay (WTP) dan willingness to save (WTS).
Kepala BPTJ Bambang Prihartono menuturkan bahwa tarif MRT masih dalam pembahasan dan belum ada keputusan berapa beban tarif yang diberikan kepada masyarakat. Namun, pihaknya telah membuat kajian mengenai seberapa besar masyarakat mau membayar dan membuat mereka beralih dari kendaraan pribadi menggunakan MRT.
"BPTJ punya kajian, kita bicara willingness to pay dan willingness to save, artinya orang bukan hanya mau bayar tapi mau pindah. Jangan nanti bicara tarif tapi orang tidak mau pindah, harus menghitung itu dahulu," ungkapnya seusai diskusi di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Dia menuturkan bahwa berdasarkan hasil kajiannya, angka psikologis masyarakat tidak boleh dari Rp10.000 per penumpang per sekali jalan. Artinya, bukan lagi bicara subsidi pemerintah, melainkan kalau memang ingin masyarakat beralih menggunakan MRT, harga yang dibebankan ke masyarakat harus di bawah itu.
Polemik terkait subsidi bagi tarif mass rapid transit (MRT) masih jadi bahasan di otoritas Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta. Pembicaraan berkutat soal besaran subsidi yang harus diberikan bagi pengguna MRT.
Pemprov DKI mengusulkan tarif rata-rata sebesar Rp10.000 untuk MRT dan Rp6.000 untuk LRT Jakarta. Adapun, tarif keekonomian dari kedua moda transportasi tersebut mencapai Rp31.659 dan Rp41.655.
Dengan ini maka PSO per penumpang per perjalanan yang diusulkan oleh Pemprov DKI Jakarta adalah sebesar Rp21.659 dan Rp35.655 untuk MRT dan LRT Jakarta.