Bisnis.com, JAKARTA - Rencana PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk melakukan penyederhanaan golongan pelanggan rumah tangga tidak akan berdampak pada perbedaan tarif yang dikenakan kepada pelanggan.
Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan bahwa rencana penyederhanaan golongan pelanggan listrik rumah tangga memang akan dilakukan sehingga tinggal ada dua golongan pelanggan rumah tangga, yaitu bersubsidi dan nonsubsidi.
Saat ini, BUMN setrum itu masih mengkaji batas atas golongan pelanggan untuk memberlakukan penyederhanaan golongan pelanggan listrik rumah tangga. Penyederhanaan golongan pun rencananya tidak akan dipungut biaya.
Adapun, saat ini pelanggan listrik rumah tangga masih terbagi atas beberapa golongan yaitu, R-1 rumah tangga kecil dengan daya 450 dan 900 volt amper (VA) bersubsidi, 900 VA nonsubsidi, daya 1.300 VA, R-1 rumah tangga kecil dengan daya 2.200 VA, R-1 rumah tangga menengah dengan daya 3.500-5.500 VA, R-1 rumah tangga besar dengan daya 6.600 VA ke atas.
"Dulu kan beda-beda. Sekarang inginya dibedakan cuma disubsidi dan tidak disubsidi," katanya, Senin (28/1/2019).
Iwan menambahkan, untuk merealisasikannya, pihaknya masih menunggu perubahan peraturan. BUMN kelistrikan itu juga tentunya masih akan disosialisasikan. Namun kemungkinan tidak akan dilakukan pada tahun ini.
"Pengennya kita tahun ini. Cuma menunggu perubahan peraturan, kan golongan ada perturannya,"imbuhnya.
Dia memastikan jika nantinya penyederhanaan golongan rumah tangga pada tahun ini, telah diberlakukan tidak akan ada perubahan tarif dasar.
"Yang nggak subsidi sudah sama. Yang beda premium, premium tetap ada, kan itu kebutuhan khusus,"jelasnya.
Data dari PT PLN (persero) menyebutkan bahwa tarif listrik untuk tegangan rendah, pada Juli 2015 sebesar Rp 1.548 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 5% menjadi Rp1.467 per kWh.
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengatakan selanjutnya untuk tegangan menengah tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.219 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 9% menjadi Rp 1.115 per kWh.
"Lalu untuk tegangan tinggi tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.087 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 8% menjadi Rp997 per kWh,"ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng juga telah menjamin tidak akan menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019.
Andy meyakinkan bahwa keputusan ini diambil bukan karena unsur politis, menjelang pemilihan umum presiden.
Dia menjelaskan, keputusan pemerintah tak menaikan harga listrik salah satunya untuk menjaga daya beli masyarakat
Selain itu, juga supaya adanya penarik untuk investor datang ke Indonesia menanamkan investasinya. Menurut Andy, jika listrik di Indonesia tidak murah maka akan kalah bersaing dengan negara lainnya.
"Kalau enggak maka kalah dengan Vietnam, kalau begitu mereka (investor) bangun di dalam negeri produksi-produksinya semakin kompetitif dengan negara negara lain," ucap dia.