Bisnis.com, JAKARTA – Persatuan pengembang Realestat Indonesia (REI) menargetkan akan membangun 430.000 rumah untuk rakyat yang terdiri atas 230.000 unit rumah bersubsidi dan 200.000 unit rumah nonsubsidi.
Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata mengatakan bahwa selain membangun rumah bersubsidi, pihaknya juga akan menggenjot pembangunan rumah komersial dengan harga di bawah Rp300 juta yang nantinya menyasar kelompok masyarakat milenial.
“Asalkan tidak ada kebijakan yang mengganggu pasar, kami yakin target tahun ini dapat tercapai, terlebih melihat kebutuhan masyarakat yang besar di kedua segmen tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers REI di Jakarta, Rabu (23/1).
Menurutnya, gangguan yang bisa melanda pasar adalah yang mengganggu tujuh pilar yang mempengaruhi industri properti. Tujuh pilar tersebut adalah mengenai regulasi, perizinan, perpajakan, perbankan dan pembiayaan, pertanahan, tata ruang, dan infrastruktur.
Soelaeman sebelumnya menyebut bahwa hingga saat ini, pemerintah belum melaksanakan ketujuh pilar tersebut secara serentak dan seimbang.
“Kalau salah satu saja dari tujuh itu ada yang mengganggu, misalnya kenaikan kredit atau suku bunga, itu dari sisi produsen dan konsumen akan terganggu. Ke depan dari pemerintah kita harapkan ada relaksasi yang ditambah,” lanjutnya.
Baca Juga
Menurutnya, yang paing mempengaruhi saat ini juga dari kondisi perekonomian internasional, seperti kenaikan nilai tukar dolar AS karena perang dagang, Brexit, atau karena kenaikan suku bunga. Permasalahan seperti itu menurut Soelaeman tidak terhindarkan.
“Kalau terjadi, strategi dari pengembang kan harus ganti, kalau bunga naik yang terhantam kan dari dua sisi. Dari pengembang kesulitan meningkatkan kualitas, margin rendah, sedangkan dari pembeli akan ada penurunan daya beli, akibat itu,” katanya.
Namun, melihat kondisi itu, REI tetap optimistis untuk bisa bertumbuh tahun ini, melihat dari total 11.568 pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia, 5.014 di antaranya adalah anggota REI.
Sebgaai informasi, pada 2018, REI berhasil membangun 394.686 unit rumah di seluruh Tanah Air. Capaian itu terdiri dari rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 214.686 unit dan rumah komersial kelas bawah dengan kisaran harga Rp200 juta – Rp300 juta sebanyak 180.000 unit.
Adapun, pembangunan pada 2018 masih lebih tinggi dari 2017 yang hanya mencapai 376.290 unit dengan 206.290 unit untuk rumah MBR dan 170.000 unit untuk rumah komersial.
“Dengan jumlah pada 2018, REI sudah berkontribusi sekitar 40% dalam program pemerintah untuk membangun satu juta rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang pada 2018 tercatat membangun 1,13 juta unit,” lanjutnya.
Adapun, Jawa Barat dan Jawa Timur menjadi daerah pembangunan rumah subisidi terbanyak dengan masing-masing mencapai 31.858 unit dan 29.653 unit. Kemudian, disusul oleh daerah Sumatera Selatan, Banten, Sumaetera Utara, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Meski pemerintah sudah melakukan banyak terobosan untuk mendorong rumah bersubsidi, Soelaeman menyebut bahwa masih banyak persoalan di lapangan yang menghambat pembangunan pasokan rumah rakyat, terutama dalam perizinan ketersediaan lahan.
“Masalah klasik lain adalah harga lahan untuk MBR yang terus naik, sehingga untuk mengimbangi harga lahan yang mahal, REI berharap akan ada kenaikan untuk harga rumah bersubsidi,” imbuh Soelaeman.
REI mengharap pemerintah juga bisa memberikan dukungan di yang konkret pada bisnis properti terutama terkait dengan perizinan di daerah karena industri ini bisa menjadi stimulan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil.