Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia harus mewaspadai risiko pelebaran defisit neraca perdagangan dengan negara anggota EFTA pascakonklusi pakta IE-CEPA.
Ketua Komite Tetap Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono menegaskan, pakta kerja sama Indonesia-EFTA Economic Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA) memang bisa membuka akses ekspor bagi lebih dari 90% pos tarif (kode HS) produk ekspor asal Indonesia ke negara-negara anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa, yaitu; Liechtenstein, Islandia, Norwegia, dan Swiss.
Namun demikian, dia melihat hambatan dagang nontarif (nontariff barriers/NTB) di keempat negara tersebut masih cukup besar.
Adapun, proses negosiasi pakta kerja sama tersebut telah selesai pada 23 November 2018 dan ditandatangani oleh pejabat masing-masing negara pada 16 Desember 2018.
“Dari segi tarif memang sudah hampir semua dieliminasi bea masuknya. Namun, dari sisi nontarif ini yang masih jadi kendala. Kampanye negatif minyak sawit [crude palm oil/CPO] dan kayu asal Indonesia, contohnya, tidak tercakup dalam pakta kerja sama ekonomi atau dagang yang ada,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (16/12/2018).
Dia juga menyebutkan, pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan IE-CEPA ketika selesai diratifikasi nanti.
Pasalnya, selama ini, tanpa adanya kerja sama ekonomi yang di dalamnya menyertakan kesepakatan pembebasan bea masuk atas sejumlah produk, neraca dagang Indonesia dengan semua negara anggota EFTA mengalami defisit. (Lihat grafis).
Untuk itu, dia berharap di tengah proses ratifikasi perjanjian kerja sama tersebut, pemerintah dapat menarik investasi dari para anggota EFTA terlebih dulu.
Langkah tersebut dinilainya dapat meminimalisasi potensi lonjakan defisit neraca perdagangan Indonesia dengan EFTA. Terlebih, selama ini ekspor Indonesia ke EFTA didominasi oleh barang mentah.
“Makanya, saya berharap karena bentuknya CEPA, investasi dari negara-negara itu bisa kita serap sebesar-besarnya selama proses ratifikasi berlangsung karena kepastian investasinya meningkat, sehingga investor dari blok itu bisa membantu kita menanggulangi hambatan nontarif di negaranya masing-masing,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyebutkan, bayang-bayang hambatan dagang nontarif di negara-negara EFTA pascaimplementasi IE-CEPA masih cukup tinggi.
Hal itu salah satunya tercermin dari tingginya standar produk yang diminati oleh negara anggota EFTA.
“Namun, paling tidak ada beberapa kesepakatan dalam IE-CEPA yang dapat meminimalisasi hambatan dagang nontarif seperti ketentuan mengenai karantina produk pertanian dan hewani dalam bentuk sanitary and phyto-sanitary,” jelasnya.
Kendati demikian, dia memperkirakan dengan adanya IE-CEPA, produk Indonesia akan memiliki daya saing yang lebih tinggi di pasar global.
Pasalnya, negara-negara EFTA telah berkomitmen untuk melakukan transfer ilmu dan melakukan investasi di bidang teknologi tinggi dan pendidikan.
Dia berujar, kerja sama dalam bentuk transfer ilmu dan pelatihan sumber daya manusia dengan EFTA kali ini hampir mirip dengan skema New Manufacturing Industry Development Center (MIDEC) yang dilakukan dengan Jepang dalam pakta Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Untuk itu, dia berpendapat, IE-CEPA akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
JAMINAN MENDAG
Saat ditemui terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjamin, pakta IE-CEPA tidak akan membuat neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota EFTA semakin defisit.
Pasalnya, dia mengklaim telah memasukkan sejumlah komoditas ekspor andalan Indonesia yang memiliki kapasitas dan pasar ekspor yang besar di negara anggota EFTA.
“Saya jamin, kebijakan ini akan membuat kinerja ekspor dan industri RI semakin kuat ke Eropa, defisit tertekan, terutama ke EFTA. Sudah ada analisis yang kami buat, dan kita diuntungkan karena sampai produk CPO yang bagi negara-negara tersebut sensitif, mereka mau longgarkan aksesnya,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengapresiasi masuknya CPO dalam pakta IE-CEPA.
Hal itu, menurutnya, mengindikasikan keberterimaan pemerintah di beberapa negara Eropa terhadap CPO semakin meningkat.
“Namun, masalah lainnya adalah di kampanye negatifnya. Kampanye negatif ini meningkat di tingkat konsumen. Pemerintahnya boleh terbuka, tetapi kita harus sadar bahwa penyelesaian masalah ekspor CPO ke Eropa ini bukan hanya dengan pemerintah saja, tetapi hingga ke konsumen,” ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk terus meningkatkan akses ekspor CPO ke Eropa.
Pembebasan bea masuk dan akses CPO di EFTA, menurutnya, masih sebagian kecil dari seluruh upaya Indonesia mempertahankan ekspornya ke Eropa.
Kendati demikian, Joko menilai perjanjian IE-CEPA dapat menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk mengakses pasar Uni Eropa.
Dia menyebutkan, pasar ekspor CPO di EFTA terbilang kecil. Berdasarkan data yang dimilikinya, nilai ekspor CPO ke negara anggota EFTA hanya mencapai rata-rata US$45 juta/tahun.
“Setidaknya, kita bisa pakai IE-CEPA ini untuk menekan Uni Eropa. Ibaratnya, negara Eropa lain di luar UE saja menerima, kenapa yang UE masih mau menolak?” tegasnya.
Adapun, proses penandatanganan naskah IE-CEPA dilakukan oleh Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita, Sekretaris Jenderal EFTA Henri Gétaz, Menteri Hubungan Luar Negeri, Hukum, dan Budaya Leichtenstein Aurelia Frick, Kepala Departemen Hubungan Ekonomi Swiss Johann N. Schneider-Ammann dan Menteri, Sekretaris Negara dan Wakil Perdagangan Kerajaan Norwegia Daniel Bjarmann-Simonsen dan Duta Besar Islandia untuk Indonesia Hannes Heimisson.
Selain memuat perjanjian di sektor perdagangan barang, IE-CEPA memuat tentang 11 isu komprehensif lain yakni perdagangan jasa, investasi, pengadaan barang pemerintah, fasilitasi perdagangan dan aturan asal barang (rule of origin).
Selain itu, diatur pula mengenai ketentuan mengenai technical barries to trade (TBT) dan sanitary and phyto-sanitary (SPS), trade remedies, hak kekayaan intelektual, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan, kerja sama dan peningkatan kapasitas, serta kompetisi dan permasalahan hukum.
Sementara itu, produk-produk unggulan Indonesia yang mendapatkan perlakuan khusus dalam pembebasan bea masuk dalam IE CEPA a.l. kelapa sawit, ikan, emas, kopi, alas kaki, mainan, tekstil, peralatan listrik, dan ban.
Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman D. Hadad mengatakan, perundingan IE-CEPA telah berlangsung secara intensif selama hampir 8 tahun dan sudah menjadi perundingan CEPA terpanjang yang pernah dimiliki oleh Indonesia hingga saat ini.
“[Oleh karena itu], Kami dorong para pelaku usaha di Indonesia dan negara-negara EFTA untuk memanfaatkan CEPA, karena sebagian perjanjian perdagangan bebas mandek atau tidak dimanfaatkan dengan baik,” kata Muliaman.
Perdagangan EFTA
Nilai impor : 246,26 miliar euro
Nilai ekspor : 293,19 miliar euro
Rerata pertumbuhan impor dalam 5 tahun terakhir: 3,4%
Rerata pertumbuhan ekspor dalam 5 tahun terakhir: 0,8%
Neraca Dagang RI dengan Anggota EFTA Januari—September 2018 (US$ juta)
------------------------------------------------------------------------------------------
Mitra Ekspor Impor Total Neraca
------------------------------------------------------------------------------------------
Liechtenstein 0,00 2,07 2,07 -2,07
Islandia 2,50 4,01 6,51 -1,50
Norwegia 43,71 157,95 201,67 -114,23
Swiss 0,46 0,65 1,11 -0,19
------------------------------------------------------------------------------------------
Komposisi Sumber Impor EFTA
-------------------------------------------------------------------------
Berdasarkan perjanjian dagang Persentase (%)
-------------------------------------------------------------------------
Kawasan Uni Eropa 67,8
Bilateral 9,9
FTA 8,9
Dialog FTA 6,9
Negosiasi 4,3
Lainnya 1,8
Deklarasi kerja sama 0,4
-------------------------------------------------------------------------
Komposisi Sumber Ekspor EFTA
-------------------------------------------------------------------------
Berdasarkan perjanjian dagang Persentase (%)
-------------------------------------------------------------------------
Kawasan Uni Eropa 62,2
Dialog FTA 12,0
FTA 11,9
Bilateral 6,9
Negosiasi 4,1
Lainnya 2,6
Deklarasi kerja sama 0,3
-------------------------------------------------------------------------
Sumber: BPS, Kemendag, efta.int, diolah