Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurangi Impor Rp191 Triliun Keren, Tapi Apakah Realistis?

Niat untuk mengurangi impor produk pertanian adalah sebuah kebijakan yang patut diapresiasi. Namun, langkah tersebut harus lebih ditelusuri lebih dalam apakah cukup realistis di tengah kebutuhan dalam negeri dan ketiadaan komoditas subtitusi.

JAKARTA--Niat untuk mengurangi impor produk pertanian adalah sebuah kebijakan yang patut diapresiasi. Namun, langkah tersebut harus lebih ditelusuri lebih dalam apakah cukup realistis di tengah kebutuhan dalam negeri dan ketiadaan komoditas subtitusi.

Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahan Pangan (BKP) menargetkan pada 2019 volume impor produk daging sapi, gula tebu, susu sapi, kapas, kedelai, bawang putih, ubi kayu, gandum dan kacang tanah akan mengalami penurunan.  Penurunan impor pada tahun depan ditargetkan dapat menghemat devisa sedikitnya Rp191,12 triliun.

Khudori, ekonom pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, menilai upaya pemerintah mengurangi impor sangat sulit dilakukan. Pasalnya, terdapat sejumlah komoditas yang tidak memiliki produk substitusi di dalam negeri.

“Seperti gandum, yang memang kita tidak produksi banyak. Sementara itu kebutuhan industri masih besar dan tidak ada mandatori dari pemerintah yang meminta industri dalam negeri mengganti gandum ke tepung mocaf atau pati,” ujarnya, Selasa (25/9).

Di sisi lain, malah terlihat kebijakan kontradiktif pemerintah, terutama dalam hal pelonggaran impor sejumlah produk pertanian strategis. Salah satunya di sektor persusuan setelah Indonesia kalah dari tuntutan AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk melonggarkan ketentuan impor produk hortikultura.

Impor susu dilonggarkan mulai Juli 2018 setelah adanya revisi Permentan No.26/2017 menjadi Permentan No.30/2018 dan Permentan No.33/2018 tentang Penyediaan dan Pembelian Susu.

Revisi aturan prinsip dasarnya menghilangkan kemitraan perusahaan susu dengan peternak lokal sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi impor.

“Dengan adanya kebijakan tersebut, daya saing produsen susu lokal menjadi tertekan. Dampaknya produksi akan turun karena daya tawar produsen susu dalam negeri berkurang,” kata Khudori.

Hal serupa, menurutnya, terjadi di komoditas kedelai, kapas dan daging sapi. Ketergantungan impor dan terbatasnya pasokan dalam negeri membuat konsumsi komoditas tersebut sulit berubah secara drastis.

Juan Permata Adoe, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Pangan Strategis, berpendapat pemerintah tidak bisa serta merta mengurangi volume impor terhadap komoditas yang masih rendah pasokannya di dalam negeri.

“Meskipun masih proyeksi, harus dilihat pula dari sisi kebutuhan dalam negeri dan pasokannya.”

Menurutnya, kebijakan impor selama ini dilakukan demi mencukup kebutuhan dalam negeri dan mengendalikan harga. Apabila tidak terdapat produk substitusi yang mumpuni, konsumen akan sulit beralih dan berakibat pada inflasi yang tak terkendali.

PROGRAM PENUNJANG

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi menegaskan proyeksi pengurangan impor tersebut diambil setelah program penunjang ketahanan pangan nasional ditingkatkan pada tahun ini.

Program tersebut antara lain percepatan produksi dan penambahan benih, infrastruktur pertanian seperti embung dan irigasi yang meningkat dan upaya memacu swasembada pangan di sejumlah komoditas.

“Investasi sektor pertanian juga terus bertambah, seperti di sektor gula dan daging sapi. Jadi proyeksi penurunan impor komoditas itu didukung pula oleh investasi yang meningkat di sektor pangan strategis.”

Agung juga menyebut keberhasilan pemerintah dalam menekan impor bawang putih, setelah muncul kebijakan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih pada 2017, yang mewajibkan importir menanam bawang putih di dalam negeri.

Alhasil selama Januari—Agustus 2018, impor komoditas itu turun menjadi 269,11 juta ton dari periode yang sama tahun lalu sebesar 313,20 juta ton.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan penurunan impor sejumlah produk komoditas pangan tersebut dapat terjadi pada tahun depan.

Hal itu terutama mengacu pada data impor sejumlah produk pertanian Januari-Agustus secara year on year (yoy) seperti susu, bawang putih, gula tebu dan kedelai yang mengalami penurunan.

“Tetapi harus dilihat juga kondisi tahun depan bagaimana. Lalu, industri dalam negeri apakah sudah cukup.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring pesimistis adanya potensi penurunan impor daging sapi hingga 153.000 ton pada 2019 seperti proyeksi BKP.

“Kebutuhan dalam negeri tahun ini diperkirakan sampai 660.000 ton, padahal produksi dalam negeri hanya sekitar 403.000 ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan impor gandum cukup sulit untuk turun hingga 5,41 juta ton seperti proyeksi BKP pada tahun depan. Apalagi Indonesiatelah menjadi sentra utama produksi bahan produk olahan berbasis tepung terigu di Asia Tenggara.

“Target itu bisa terlaksana kalau ada insentif seperti tepung terigu yang bahan baku gandumnya dicampur dengan ubi, pajak pertambahan nilainya dibebaskan.”

Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan mengatakan perubahan konsumsi kedelai impor masih belum akan berubah pada tahun depan yakni 2,7 ton.

Di sisi lain Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meminta importir agar tidak secara ramai-ramai mengimpor saat masa paceklik.

Amran juga mengharapkan para eksportir untuk menyerap produksi dalam negeri dan menjualnya ke luar negeri.

Misalnya langkah itu bisa dilakukan untuk komoditas bawang merah yang harganya sedang turun.

“Aku himbau tolong eksportir itu beli bawang merah petani kita yang sudah susah payah tanam,” ujarnya, Selasa (25/9).

Kementerian Pertanian sedang berupaya membendung importasi komoditas hortikultura seperti bawang putih setiap tahunnya dengan mewajibkan importir bermitra dengan petani.

Aturan mainnya sebenarnya sudah ada yaitu kewajiban tanam 5% dari total importasi yang tertuang dalam Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) No. 38/2017. Program wajib tanam ini diperkirakan dapat menghasilkan sedikitnya 28.458 ton bawang putih pada tahun ini.(Pandu Gumilar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hery Trianto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper