Bisnis.com, JAKARTA — Petani bawang merah didorong oleh Kementerian Pertanian untuk menanam dari biji demi mengendalikan harga bawang agar tidak fluktuatif.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Suwandi mengakui bahwa terdapat disparitas harga yang cukup jauh antara benih bawang merah umbi dan bawang konsumsi.
"Pola pembentukan yang terjadi saat ini yaitu, ketika harga bawang konsumsi mahal maka benih pun akan ikut dijual mahal. Sebaliknya, pada saat bawang konsumsi tidak mahal maka biasanya benih umbi pun berlebih. Hal ini yang mengakibatkan harga bawang menjadi sangat fluktuatif," katanya belum lama ini.
Maka itu, pihaknya mendorong petani bawang untuk menanam dari biji demi mengendalikan harga bawang agar tidak fluktuatif. Saat ini, harga bawang merah yang berfluktuatif disebabkan terbatasnya umbi benih bawang merah berkualitas.
Harga benih bawang merah biasanya maksimal 1,5 kali harga bawang merah konsumsi. Peningkatan harga karena adanya penyusutan bobot selama di gudang sekitar 25% serta faktor biaya penyimpanan dan pemeliharaan selama di gudang.
Disparitas harga, katanya, yang membuat petani tergiur sehingga menjual calon benih yang dimiliki sebagai bawang merah konsumsi.
Baca Juga
“Menyikapi hal ini, sejak 5 tahun yang lalu, Kementerian Pertanian sudah mulai memperkenalkan benih bawang merah asal biji. Namun untuk mengubah kebiasaan petani menanam benih umbi membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini disebabkan persemaian benih biji membutuhkan waktu 6 minggu, yang kemudian ditanam selama 2 bulan,” ungkap Suwandi.
Dia menjelaskan menanam bawang merah dengan benih biji dapat membuat biaya usaha tani menjadi lebih murah, sebab hanya membutuhkan 4 kg benih untuk pertanaman di lahan seluas 1 hektar dengan harga benih Rp6 juta per hektar.
Menurutnya, jika dibandingkan dengan benih umbi yang harganya mencapai Rp35.000 per kg dan membutuhkan benih sebanyak 1,2 ton per hektar akan lebih menguntungkan petani menggunakan benih yang berasal dari biji.
“Biaya benih umbi mencapai 50% dari biaya usaha tani. Sehingga bila menggunakan benih biji maka biaya usaha tani menjadi lebih murah dan harga bawang merah konsumsi menjadi lebih murah,” katanya.
Selain itu, menurutnya dengan menggunakan benih biji bawang petani akan mendapatkan tiga keuntungan. Pertama, biaya transportasi lebih murah karena berbentuk biji. Selanjutnya, benih bisa lebih lama disimpan dalam gudang penyimpanan yakni maksimal dua tahun selama tidak terkena sinar matahari. Padahal dengan sistem konvensional, umbi hanya bisa disimpan antara 2 hingga 4 bulan.
“Terakhir, biaya produksi jika bawang merah dipanen dalam bentuk bawang siap konsumsi menjadi lebih rendah. Jika menggunakan sistem konvensional setiap hektar lahan memerlukan sekitar 1,5 ton umbi dengan biaya di kisaran Rp 45 juta. Sedangkan jika menggunakan metode pindah tanam hanya memerlukan 5 kilogram benih dengan biaya sekitar Rp10 juta,” katanya.
Selain itu, Suwandi pun menegaskan untuk mengatasi harga benih yang mahal pada bulan-bulan tertentu, pemerintah telah menumbuhkan penangkar benih di semua sentra bawang merah. Sehingga semua sentra dapat mandiri benih di lokasi masing-masing.
“Hal ini mengurangi kebergantungan benih dari Kabupaten Brebes, Cirebon, dan sentra lainnya di Pulau Jawa,” pungkasnya.