Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penjelasan Menteri ESDM Soal Asumsi Makro Energi dalam RAPBN 2019

Menteri Energi dan Sumber Daya Energi Ignasius Jonan menyatakan penetapkan harga minyak sebesar US$70 per barel pada RAPBN 2019 mempertimbangkan faktor politik internasional.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kiri) berbincang dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman (tengah) dan Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Selasa (7/8/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kiri) berbincang dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman (tengah) dan Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Selasa (7/8/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Energi Ignasius Jonan menyatakan penetapkan harga minyak sebesar US$70 per barel pada RAPBN 2019 mempertimbangkan faktor politik internasional.

Jonan mengaku sulit menduga tren harga minyak ke depan karena banyak faktor yang memengaruhinya. Salah satunya, keterangan di Iran, gejolak perekonomian di Venezuela dan tempat lainnya.

Melihat hal itu, pihaknya mengusulkan angka dalam nota keuangan berada dalam berkisar US$60–US$70 per barel. Menurutnya, harga rata-rata minyak bumi di Indonesia memiliki selisih US$2- US$3 dengan harga harian minyak Brent.

“Kami kira-kira yang tidak konservatif, tapi bisa sesuaikan pasar. Dalam UU APBN 2018 asumsi harga ICP kita tetapkan US$48 dan meleset banyak. Akhirnya kami mengusulkan bahwa asumsi ICP US$70 di RAPBN 2019,” katanya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (6/9/2018).

Untuk lifting gas bumi dipatok 1,25 juta barel per hari, atau naik 50.000 barel per hari dibandingkan dengan APBN 2018. Terkait peningkatan lifting minyak, Jonan mengaku telah mendorong kontraktor untuk melakukan investasi dihulu migas.

Pemerintah juga menargetkan cost recovery dengan menyesuaikan lifting migas senilai US$10 – US$11 miliar. Nilai target cost recovery didapat berdasarkan kesepakatan bersama dalam Rapat Kerja Komisi VII pada Juni lalu.

Jonan mengatakan sebenarnya pihaknya lebih suka jika besaran cost recovery disamakan dengan UU APBN 2018, karena dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah biaya penggantian itu perlu dikendalikan dengan ketat.

Target cost recovery yang mengalami cenderung meningkat dari ABPN 2018 sebnilai US$10,39 miliar pun ditanggapi miring oleh DPR. Maman Abdulrahman, Anggota Komisi VII DPR, mempertanyakan target meningkat di tengah target lifting minyak menurun.

“Kok tetap sama padahal produksi turun,” katanya.

Maman juga mempertanyakan asumsi dasar penentuan ICP US$70 barel pada tahun depan, yang menurutnya perlu lebih dijabarkan standar mana yang dipakai. Dia merujuka beberapa standar harga minyak, seperti Platts dan RIM.

Selain itu, untuk kebijakan subsidi BBM dan LPG bersubsidi ditargetkan sebesar 15,11 juta kilo liter atau menyusut dari target tahun ini sebesar 16,23 juta kilo liter. Volume solar subsidi mengalami penurunan dalam Nota Keuangan RAPBN 2019, karena mempertimbangkan penjualan biodiesel.

“Subsidi solar tetap berkisar Rp1.500 – Rp2.000, berbeda dengan waktu pembahasan karena harga minyak mentah dunia US$3 – US$5 lebih rendah daripada sekarang. Maka kami usulkan subsidi solar maksimal Rp2.000,” tambahnya.

Pemerintah masih sepakat memberikan subsidi listrik untuk pelanggan rumah tangga 460 volt ampere, rumah tangga miskin dan rentan miskin dengan daya 900 VA. Sesuai kesepakatan bersama dengan Komisi VII DPR, pengguna pelanggan rumah tangga 450 VA akan bertumbuh, seiring banyaknya daerah yang baru teraliri listrik.

Berbeda dengan tahun tahun sebelumnya, ada subsidi tambahan untuk pemasangan baru 450 VA dengan nilai Rp1,21 triliun. Subsidi listrik yang tercatat dalam APBN 2018 sebesar Rp47,66 triliun mengalami peningkatan ssenilai Rp5 triliun yang akan dibayarkan pada tahun berikutnya.

Maka dari itu, target subsidi listrik pada RAPBN 2019 senilai Rp57,67 triliun, yang terbagi untuk subsidi tariff senilai Rp56,46 triliun dan sisanya untuk subsidi pemasangan 450 VA. Hingga Agustus, realisasi subsidi listrik tercatat Rp28,95 triliun.

“Kebijakan subsisi listirk juga tekanan pengembangan energi terbarukan yang efisien khususnya wilayah terpencil yang punya potesni energy terbarukan seperti yang saksikan bersama di Sidrap. Panas bumi juga potensi nya besar sekali,”

Sementara itu, Anggota Komisi VII lainnya, Ramson Siagian mengkritisi defisit neraca perdagangan sektor migas. Menurutnya, di tengah ekspor nonmigas lemah, ditambah lagi dengan beban yang hadir dari sektor migas menimbulkan tekanan.

“Tren beberapa tahun terakhir lifting minyak cenderung menurun, di sisi lain konsumsi meningkat. Kalau begini, memang perlu mendorong lagi pendapatan, dengan memulainya dari asumsi dasar dan bagaimana mengelolanya,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper