Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan bahwa Indonesia terus meningkatkan kewaspadaannya dalam menghadapi lingkungan ekonomi yang sangat menantang ini.
Pasalnya, apabila dilihat dari sumber permasalahannya, gejolak ekonomi global dan pengaruh negatifnya terhadap negara-negara berkembang diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun 2019.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rapat Paripurna DPR RI Tentang Jawaban Pemerintah Atas Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPR R, di Gedung DPR, Selasa (4/9/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan bahwa APBN merupakan instrumen yang sangat penting untuk menjalankan amanah bemegara, dalam menjaga perekonomian dan menciptakan kemakmuran yang berkeadilan.
"Pada saat ini, kita dihadapkan pada kondisi perekonomian global yang masih penuh gejolak, sebagai akibat kebijakan ekonomi dj Amerika Serikat yang menimbulkan dampak ke seluruh dunia," ujarnya.
Imbas Negatif
Menurut Sri Mulyani, kebijakan normalisasi moneter dan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve, serta perang dagang dengan negara China, telah berimbas negatif pada banyak negara, termasuk emerging economies.
Beberapa negara yang memiliki fondasi ekonomi yang rentan ditambah dengan kebijakan ekonomi mereka yang djanggap tidak konsisten dengan fundamental ekonominya, telah mengalami krisis seperti Venezuela, Argentina, serta Turki.
"Indonesia harus meningkatkan kewaspadaannya dalam menghadapi lingkungan ekonomi yang sangat menantang ini," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Sri Mulyani, RAPBN 2019 dirancang untuk mampu mengantisipasi terus berlangsungnya gejolak global.
3 Fungsi
Menurutnya, APBN memiliki fungsi sebagai instrumen untuk alokasi, distribusi dan stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut harus makin dioptimalkan agar perekonomian Indonesia relatif tetap terjaga dan dapat menyesuaikan terhadap lingkungan normal baru.
Pemerintah bersama-sama otoritas moneter (Bank Indonesia) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan penyesuaian terhadap tantangan baru, dengan mengurangi sumber kerentanan perekonomian Indonesia, terutama yang berasal dari defisit transaksi berjalan.
"Dengan demikian, perekonomian tetap mampu menjaga ketahanannya secara fleksibel dan terns dapat menjaga momentum kemajuan," ujarnya.
Oleh karenanya, RAPBN 2019 sebagai instrumen kebijakan fiskal harus dirancang agar sehat, adil, dan mandiri, sehingga dapat efektif menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi dalam konteks gejolak ekonomi global yang masih akan berlangsung hingga tahun depan.