Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekspor Jepang melambat lebih dari yang diperkirakan pada Juli, seiring dengan menurunnya aktivitas pengiriman ke Amerika Serikat (AS) untuk bulan kedua berturut-turut.
Data Kementerian Keuangan Jepang yang dirilis hari ini, Kamis (16/8/2018), menunjukkan ekspor Negeri Sakura naik 3,9% (year-on-year) pada Juli 2018, lebih kecil daripada perkiraan para ekonom dalam jajak pendapat Reuters untuk kenaikan sebesar 6,3%. Kenaikan pada Juli mengikuti kenaikan sebesar 6,7% (year-on-year) pada Juni.
Sementara itu, ekspor Jepang ke AS turun 5,2% (year-on-year) pada bulan Juli, penurunan bulan kedua berturut-turut, akibat penurunan sebesar 12,1% dalam ekspor mobil. Di sisi lain, impor dari AS naik 11%, didorong impor minyak mentah, motor, dan elpiji.
Oleh karenanya, surplus perdagangan Jepang dengan Amerika Serikat pun turun 22,1% (year-on-year) menjadi 502,7 miliar yen (US$4,55 miliar).
Di sisi lain, ekspor Jepang ke China, mitra dagang terbesarnya, meningkat 11,9% pada Juli dari tahun sebelumnya, sedangkan ekspor ke Asia, yang mencakup lebih dari separuh ekspor Jepang secara keseluruhan, naik 8%.
Dalam hal volume, ekspor Jepang naik 0,8% secara tahunan pada bulan Juli, kenaikan untuk bulan kelima berturut-turut.
Data perdagangan tersebut keluar setelah data produk domestik bruto (PDB) yang dirilis pekan lalu menunjukkan rebound ekonomi Jepang pada kuartal kedua.
Namun, tensi perdagangan global menyuramkan prospek untuk ekonomi Jepang yang bergantung pada ekspor. Pada saat yang sama, pergolakan dari sejumlah negara berkembang dapat mendorong yen yang bersifat safe haven, sekaligus melemahkan daya saing ekspor Jepang.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump telah menjadikan ancaman tarif besar-besaran sebagai bagian penting dari agenda ekonominya, setelah mengeluhkan defisit perdagangan sektor otomotif AS, terutama dengan Jerman dan Jepang.
Para analis mengatakan pertumbuhan ekonomi global kemungkinan akan mendukung ekspor Jepang, tetapi konflik perdagangan internasional akan selalu menjadi risiko. Dampak pada ekonomi yang lebih luas dari tarif AS yang lebih tinggi terhadap ekspor otomotif Jepang dinilai akan menjadi signifikan.