Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mulai bersiap untuk menghadapi lonjakan deportasi tenaga kerja Indonesia bermasalah (TKIB), terutama dari Malaysia dan Arab Saudi.
Plh. Deputi bidang Koordinasi Perempuan dan Anak, Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Ghafur Akbar Dharma Putra menyatakan ada sejumlah permasalahan yang ditemukan dalam pemulangan TKIB.
Pasalnya, sejak adanya kebijakan pemerintah Malaysia pada Sepetember 2017, deportasi TKIB tidak lagi disentralkan di Pasar Gudang sehingga tidak semua TKIB yang dideportasi melalui Tanjung Pinang.
"Akibatnya deportasi yang tidak masuk ke Tanjung Pinang ini ditanggung oleh BNP2TKI," katanya, dikutip dari keterangan resminya, Rabu (16/5/2018).
Menurutnya, kondisi ini yang menimbukan masalah karena anggaran yang dibutuhkan BNP2TKI menjadi sangat besar dan tidak mencukupi. Padahal menjelang puasa atau lebaran, dia menyebutkan jumlah deportasi TKIB kemungkinan melonjak.
Untuk itu, dirinya berharap pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan terjadinya lonjakan deportasi TKIB pada bulan puasa ataupun lebaran. Kementerian dan lembaga diakuinya akan terus berkoordinasi dalam penanganan pemulangan TKIB ini.
“Perlu solusi penambahan alokasi anggaran pemulangan dan pemberdayaan TKIB. Kita semua berharap kekurangan TKIB tahun 2018 dari K/L terkait dapat teralokasikan,” harapnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Sosial, jumlah warga negara bermasalah yang ada di depo-depo Semenanjung Malaka sekitar 3.472 orang. Sebaliknya, jumlah yang sudah dipulangkan hingga April 2018 berjumlah 1.600 orang.