Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja produksi kayu bulat nasional dianggap masih cukup menjanjikan meskipun volume produksi kuartal I/2018 menurun 330.000 meter kubik dibandingkan dengan volume produksi pada periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan bahwa kinerja produksi kayu bulat nasional pada Januari hingga Maret 2018 masih cukup menjanjikan meski turun dibandingkan tahun lalu akibat faktor cuaca yang masih menjadi kendala.
“Volume produksi mencapai 10,62 juta m3, hanya menurun tipis dibandingkan rerata Triwulan I thn 2017 sebesar 10,95 juta m3. Diperkirakan faktor cuaca masih menjadi kendala untuk kegiatan produksi di periode ini,”katanya kepada Bisnis, Senin (5/7/2018).
Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu terdapat penurunan produktivitas sebesar 330.000 meter kubik kayu bulat. Meski begitu Indroyono tetap optimistis kinerja produksi akan membaik mulai triwulan II atau tepatnya April ketika Indonesia memasuki musim kemarau. Selain itu harga yang kompetitif juga akan ikut menstimulasi peningkatan produktivitas.
“Peningkatan produksi ini juga didorong oleh harga kayu bulat yang mengalami kenaikan cukup signifikan saat ini antara 40% sampai dengan 60%,” ungkapnya.
Sementara itu di sektor hilir Indroyono memaparkan bahwa kayu olahan asal Indonesia pada Januari –April pun menunjukkan kinerja yang positif. Nilai ekspor kayu olahan pada periode Januari-April mencatatkan nilai US$ 4,6 Milyar.
“Di sektor hilir, ekspor kayu olahan Indonesia bulan Januari sampai dengan April 2018 juga menunjukkan trend positif. Berdasarkan data Shipment dokumen V legal, nilai ekspornya sudah mencapai US$ 4,6 Milyar atau naik 14 % dibandingkan dengan rerata bulan Januari - April 2017 yang hanya sebesar US$ 3,6 Milyar,” tambahnya.
Indroyono pun semakin optimistis terhadap kinerja ekspor kayu olahan dan kayu bulat dengan kondisi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Hal ini secara tidak langsung menjadi pintu masuk ke pasar ekspor Amerika Serikat yang selama ini dikuasai oleh kayu dari China.
“Produk kayu olahan unggulan ekspor tahun 2018 masih sama dengan tahun 2017 yakni pulp, kertas, dan panel. Kami yakin produksi kayu bulat di sektor hulu dan kinerja ekspor di sektor hilir akan terus menunjukkan trend positif sd akhir tahun 2018, terutama karena perang dagang Amerika Serikat dengan China, yang potensial membuka pasar ekspor ke Amerika Serikat,” pungkasnya.
Sebelumnya, AS memutuskan untuk mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) sebesar 183,3% dan bea masuk imbalan (countervailing duty) 194% terhadap industri kayu lapis China terhitung sejak 4 Januari 2018. Lebih dari 400 unit industri kayu lapis China dikenakan BMAD oleh Departemen Perdagangan AS.
Selain itu, pemerintah AS juga mengenakan bea masuk imbalan untuk produk kayu lapis China karena dinilai mendapat subsidi yang mengakibatkan produsen kayu lapis AS menderita kerugian. Sebanyak 60 industri kayu di China dikenakan bea masuk imbalan sebesar 194,9%.